Kampung Unik di Cimahi, Singgah ke Desa Terpencil yang Warganya Tidak Makan Nasi sejak Lahir
JAKARTA, iNews.id - Kampung unik di Cimahi, Jawa Barat selalu menarik dijelajahi. Apalagi jika singgah ke salah satu desanya yang terpencil dan dikelilingi tiga gunung, dijamin akan membuat siapa saja betah berlama-lama tinggal.
Desa tersebut bernama Cirendeu. Desa Cirendeu atau kampung adat Cirendeu, merupakan permukiman warga di Cimahi yang masih melestarikan budaya nenek moyang mereka di tengah derasnya kemajuan zaman.
Kampung adat ini menyajikan pesona inspiratif dan edukatif, yang dapat dikunjungi ketika Anda tengah berlibur ke Kota Cimahi. Dengan berkunjung ke desa ini, Anda dapat belajar dan mengenal lebih dekat kebudayaan warga adat Cimahi.
Penasaran ingin tahu seperti apa keindahan Desa Cirendeu di Cimahi Jawa Barat ini? Berikut ulasannya dirangkum pada Rabu (26/4/2023).
Desa Cirendeu dikenal masih memiliki pemandangan yang asri dan alami. Suasana di kampung ini masih sangat alami dan terasa sangat asri karena letaknya yang dikelilingi oleh tiga gunung seperti Gunung Gajahlangu, Gunung Kunci, dan Gunung Cimenteng.
Menariknya, masyarakat di kampung ini masih mempertahankan kebudayaan tradisional. Mereka tidak menolak modernitas di Desa Cirendeu, seperti listrik, peralatan elektronik, hingga arsitektur bangunan. Desa ini masih memegang prinsip, ‘Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman’ yang memiliki pengertian kurang lebih, sama dengan penjelasan di atas.
Sama dengan desa lainnya, Cirendeu dikelola oleh RT dan RW. Sedangkan secara tradisional Cirendeu memiliki tokoh yang ‘dituakan’, disebut dengan Sesepuh. Kini Sesepuh Cireundeu sudah mencapai generasi ke-5. Kampung Adat ini memiliki luas 64 hektare terdiri dari 60 hektare untuk pertanian dan 4 hektare untuk permukiman.
Nama kampung adat Cirendeu, merujuk pada pohon yang ada di kawasan tersebut, yang dinamakan Pohon Rendeu. Pohon Rendeu diketahui sebagai pohon herbal yang bermanfaat bagi kesehatan. Bagi para pengunjung yang datang, perlu mengetahui beberapa larangan yang diterapkan di desa. Adapun beberapa larangan tersebut adalah melepas sandal saat akan memasuki area Hutan Larangan, atau Gunung Puncak Salam. Selain itu, tidak bisa memasuki kawasan Hutan Larang di sembarang waktu.
Ada keunikan lain dari Desa Cirendeu. Sejak 1918, sebagian masyarakat tidak mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya, melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya ‘rasi’ yang terbuat dari singkong. Jika kehabisan singkong makanan penggantinya adalah jagung. Rasi hasil singkong yang diolah, sudah dikonsumsi sejak lama. Bisa dibilang masyarakatnya sudah mandiri pangan.
Sebab itu masyarakat Desa Cireundeu terkenal dengan kepiawaiannya dalam mengolah beras yang terbuat dari singkong. Untuk mendapatkan rasi yang berkualitas melalui berbagai seleksi alam, masyarakat Cirendeu memiliki singkong unggulan jenis Garnawis dan Karihkil yang masa tanam hingga masa panen memerlukan waktu sekitar satu tahun. Jika ada warga yang merantau ke luar Cirendeu dan tidak bisa mengelak dari makan nasi, maka sesepuh akan mengadakan upacara adat untuk menetralisirnya. Upacara adat itu dilakukan di Hutan Salam.
Keunikan ini memang sudah ada sejak turun temurun. Masyarakatnya tidak mengonsumsi nasi sejak lahir. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena didasari oleh semangat juang leluhur Kampung Adat Cirendeu yang dulunya mengalami krisis pangan akibat penjajahan sehingga mengharuskan mereka mengonsumsi singkong sebagai bahan dasar utama dan makanan pokok.
Singkong yang dulu digunakan pun bukan singkong yang biasa dikenal sekarang, melainkan singkong yang pahit dan beracun. Namun, dengan kegigihan para leluhur, mereka dapat mengolah singkong menjadi layak untuk dimakan dan tidak beracun. Seiring berjalannya waktu, singkong yang dikonsumsi sudah menyesuaikan zaman.
Desa Cirendeu, berada di Desa Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Jalan menuju ke desa ini dapat diakses oleh kendaraan roda dua, maupun roda empat, hingga area parkiran, yang bersebelahan dengan landmark Kampung Adat Cireundeu. Jika pemberangkatan awal dari terminal Leuwipanjang Bandung, jarak tempuh menuju Desa Cirendeu sekitar 18 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dengan menggunakan mobil.
Pengunjung yang datang ke desa ini tidak dikenakan biaya, alias gratis. Namun, ada baiknya apabila saat berkunjung dan hendak bertolak dari kampung ini, disarankan untuk membeli produk olahan khas masyarakat setempat.
Sebagai kampung yang banyak menjadi tujuan wisatawan, kampung adat ini telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti area parkir, masjid, toilet, home stay, pusat oleh-oleh, dan pusat pentas seni.
Editor: Vien Dimyati