Kampung Unik di Gunungkidul, di Desa Terpencil Ini Hanya Boleh Dihuni 7 Keluarga, seperti Ini Suasananya!
JAKARTA, iNews.id - Kampung unik di Gunungkidul selalu menarik untuk dikunjungi. Kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dikenal memiliki pemandangan alam menakjubkan untuk dijelajahi.
Selain ada pegunungan, pantai, dan air terjun, beberapa desa di sana juga dikenal unik. Salah satunya desa yang ada di Kecamatan Patuk. Di sini ada desa terpencil yang hanya boleh dihuni oleh tujuh keluarga saja.
Penasaran seperti apa desa unik tersebut? Berikut ulasannya dirangkum pada Jumat (2/6/2023).
Ya, jika ke Gunungkidul, jangan lewatkan untuk singgah ke Kampung Pitu. Berada di sini, Anda hanya bisa melihat rumah penduduk yang sangat sepi karena hanya dihuni oleh tujuh keluarga. Konon katanya, keluarga yang menghuni kampung ini tidak boleh lebih ataupun kurang dari 7 Kepala Keluarga, apabila dilanggar ada konsekuensinya.
Kampung Pitu terletak di sisi timur gunung api purba Ngalenggeran. Di kampung ini terdapat peraturan unik, di mana kampung ini hanya boleh dihuni oleh 7 Kepala Keluarga (KK). Tidak boleh kurang, ataupun lebih. Selain itu, mereka yang boleh tinggal dan bermukim di tanah yang terletak di Dusun Nglanggeran Wetan ini hanyalah turunan dari Eyang Iro Kromo. Eyang Iro Kromo adalah orang yang pertama kali tinggal di Kampung Pitu ribuan tahun lalu. Hingga saat ini Kampung Pitu juga masih memegang teguh aturan adat dan nilai-nilai kearifan lokal desa sejak dulu.
Sejarah berdirinya kampung Pitu ini diawali dengan desa bernama Kampung Tlaga. Karena hanya dihuni oleh tujuh kepala keluarga, kemudian disebut dengan Kampung Pitu. Warga desa yang menghuni kampung tersebut tidak tahu secara pasti kapan mereka tinggal di tempat tersebut, namun mereka mengatakan, secara turun temurun, sudah ada sejak zaman para Wali.
Konon, kala itu pihak Keraton Yogyakarta membuat sayembara bagi siapapun yang bisa mengambil pusaka yang menempel pada pohon Kinah, di puncak Gunung Nglanggeran akan diberikan imbalan berupa tanah yang cukup bagi anak serta keturunannya.
Dari banyaknya orang yang mengikuti sayembara tersebut, seseorang bernama Eyang Iro Kromo lah yang berhasil mengambil pusaka tersebut. Dari Eyang Iro Kromo dan temannya yang berjumlah tujuh orang, kemudian menetap dan tinggal di situ. Mereka membuat tiga kesepakatan, salah satunya adalah kepala keluarga yang boleh tinggal di kawasan tersebut hanya berjumlah tujuh kepala keluarga. Kalaupun ada lebih dari tujuh kepala keluarga, maka keluarga tersebut harus menginduk pada tujuh kepala keluarga yang ada.
Warga Kampung Pitu percaya apabila adat tersebut dilanggar, akan terjadi musibah yang menimpa orang yang melanggar aturan tersebut. Seperti menjadi sering sakit-sakitan, terjadi hal-hal gaib yang mengganggu orang tersebut selama hidup, bahkan sampai meninggal dunia.
Selain itu, masyarakat Kampung Pitu masih kental dan mempertahankan nilai-nilai hidup. Mereka masih sangat arif dan bijaksana dalam menjaga kepercayaan terhadap tradisi leluhurnya.
Adapun nilai-nilai hidup yang masih dipertahankan oleh masyarakat Kampung Pitu antara lain tingalan (ulang tahun) yang hanya diperuntukkan kepada seorang lansia atau yang dianggap sesepuh. Selain itu ada juga Tayub atau ledek, merupakan tarian warisan budaya yang masih dilestarikan keberadaannya.
Kemudian, ada rasulan, acara yang sering dikaitkan dengan ucapan rasa syukur, sering dihubungkan dengan hasil panen padi yang diperoleh warga masyarakat Kampung Pitu.
Editor: Vien Dimyati