Kampung Unik di Ternate, Punya Hutan Cengkih Tertua di Dunia, Udaranya Sejuk dan Harum
JAKARTA, iNews.id - Kampung unik di Ternate selalu menarik untuk dijelajahi. Apalagi jika singgah ke Desa Tongole, sejauh mata memandang Anda akan melihat hutan cengkih yang membuat desa ini selalu wangi.
Jika melihat ke belakang, sejarah kedatangan bangsa Spanyol ke Maluku Utara adalah untuk mendapatkan rempah-rempah dengan harga terendah. Salah satunya adalah cengkih.
Maluku Utara menjadi pusat penghasil rempah-rempah terbaik di dunia, dengan iklim tropis, wilayah subur dan disinari matahari sepanjang tahun. Tak heran jika rempah-rempah tumbuh subur di kawasan tersebut.
Daerah Maluku menghasilkan rempah-rempah seperti cengkih, bunga pala, dan pala. Namun, cengkih yang menjadi komoditas paling diincar oleh bangsa Spanyol dan penjajah pada masa itu. Cengkih banyak dihasilkan di daerah Ternate dan Tidore dengan kualitas premium.
Adapun kampung penghasil cengkih paling tua di Ternate adalah Kampung Tongole. Seperti apa kampung unik dengan hutan cengkih paling tua ini? Berikut ulasannya dirangkum pada Rabu (8/3/2023).
Kampung di Kelurahan Tongole atau Ake Tege-tege di Ternate Tengah telah dikenal sebagai kawasan ekowisata dengan hutan cengkih, pala dan bambu yang subur. Kampung ini berada 600 meter di atas permukaan laut. Untuk menjangkau kampung ini diperlukan waktu selama 10 menit. Kampung ini terletak di lereng Vunung Gamalama dan menghadap ke timur Pulau Halmahera.
Cengkih Paling Tua
Produksi cengkih Kampung Tongole masuk dalam situs penting sejarah masa lalu yang berhubungan dengan kejayaan rempah-rempah di Indonesia. Di kawasan ini terdapat jenis cengkih yang diklaim tertua di dunia, yaitu cengkih Afo. Cengkih Afo di kampung Tongole, telah tumbuh tiga generasi. Cengkih Afo pertama dan turunan kedua, ketiga berada tak berjauhan di satu lokasi tepat di puncak Kampung Tongole. Sedangkan cengkih Afo pertama dan kedua sudah mati.
Mengutip dari Mongabay, Afo pertama yang dikenal sebagai cengkih tertua berumur sekitar 416 tahun. Tingginya mencapai 36,6 meter dengan diameter 1,98 meter. Cengkih tertua ini dalam sekali berbuah dan panen hingga biasanya mencapai 600 kilogram. Cengkih ini mati sekitar tahun 2000. Afo turunan kedua berusia 250 tahun dengan diameter batang 3,97 meter. Pada masa panen biasanya didapatkan 340 kilogram.
Di tahun 2021 masih ada Afo keturunan ketiga yang sudah dilindungi. Sayangnya, kondisi percabangan cengkih ini sudah ada yang mati. Cengkih afo turunan ketiga memiliki lingkar tengah batang 3,90 meter dengan umur sekitar 200 tahun. Afo keturunan ketiga memiliki hasil panen sekitar 250 kilogram.
Ekowisata cengkih afo dikemas dengan gaya alam yang memadukan tradisi lokal Ternate, sehingga wiasatawan yang datang dapat menikmati tempat asri dan sejuk, dengan bau harum bunga cengkih dan pala.
Editor: Vien Dimyati