Kapal Pinisi Muncul di Google Doodle, Ternyata Ada Cerita Menarik di Belakangnya
JAKARTA, iNews.id - Kapal Pinisi asal Sulawesi Selatan, Indonesia menjadi muncul di Google Doodle hari ini, Kamis (7/12/2023). Ya, ilustrasi kapal pinisi tersebut merupakan apresiasi Google terhadap pengakuan kapal pinisi sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2017.
Perlu diketahui, pinisi adalah jenis kapal tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Kapal ini biasanya digunakan untuk berdagang atau memancing di perairan sekitar kepulauan Nusantara. Dikenal karena bentuknya yang unik, yaitu panjang dan ramping dengan tiga atau empat tiang layar seperti jaring laba-laba.
Pinisi sering dianggap sebagai simbol budaya maritim Indonesia dan merupakan bagian penting dari sejarah bangsa.
Dikutip dari situs Doodles.Google, hari ini diketahui doodle tersebut merupakan karya dari Angki Purbandono. Diketahui Angki Purbandono adalah seniman asal Kendal, Jawa Tengah dan kini menetap di Yogyakarta.
Dia menempuh pendidikan seni di Modern School of Design (MSD) Yogyakarta dan ISI Yogyakarta. Dia adalah salah satu pendiri Ruang MES 56, kolektif seni media berbasis di Yogyakarta dan juga PAPs (Prison Art Programs), program seni penjara di Yogyakarta.
Lewat tangan ajaib Angki Purbandono kini kapal pinisi semakin mendunia melalui dunia digital. Apalagi faktanya kapal pinisi memang layak untuk jadi sorotan dunia.
Kapal pinisi malah sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Dari catatan itu, kapal pinisi memiliki jejak cerita yang menarik. Kapal pinisi dikenal sebagai salah satu kapal yang telah ada sejak 1500-an dan banyak digunakan oleh para pelaut Bugis, Konjo, dan Mandar di Sulawesi Selatan. Kapal ini diperkirakan sudah ada sekitar abad ke-14 masehi.
Kapal pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Pembuatan kapal ini dilakukan untuk berlayar menuju negeri China. Perjalanan Sawerigading ke China untuk meminang putri Tiongkok bernama We Cudai.
Namun setelah tinggal lama di China, Sawerigading merasa rindu dengan kampung halamannya. Kemudian ia menuju kampung halamannya kembali menggunakan kapal tersebut.
Di tengah perjalanan, perahu yang digunakannya diterjang badai besar dan menyebabkan kapalnya pecah menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu terdampar di wilayah Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo di Kabupaten Bulukumba. Setelahnya pecahan kapal tersebut dirakit kembali oleh masing-masing masyarakat daerah tersebut menjadi kapal yang megah.
Kapal tersebutlah yang dikenal dengan sebutan kapal pinisi. Suku Bugis sering menggunakan kapal tersebut untuk mencari nafkah dengan berlayar hingga ke Eropa dan Afrika.
Kemudian, pada Desember 2017 kapal ini akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda (Intangible Cultural of Humanity).
Pembuatan kapal pinisi ini juga masih bisa ditemui di beberapa wilayah Sulawesi yakni Tana Beru, Bira, dan Batulicin di Kabupaten Bulukumba. Menariknya, rangkaian proses pembuatannya merefleksikan nilai sosial dan kehidupan sehari-hari yakni kerja bersama, bekerja keras, keindahan, dan penghargaan terhadap lingkungan sekitar. Pembuatan kapal pinisi ini juga memerhatikan ketelitian dari sisi teknik dan navigasi.
Editor: Vien Dimyati