Melihat Karya Pelukis Disabilitas Gadis Dharsono di IFI Wijaya, Ekspresi Jiwa yang Jujur
JAKARTA, iNews.id - Pelukis disabilitas bernama Gadis Dharsono menggelar pameran tunggal perdananya di Institut Francais Indonesia (IFI) Wijaya, Jakarta Selatan. Pameran ini akan berlangsung mulai dari 11 hingga 26 Juli 2025.
Tema pameran tunggal perdana Gadis Dharsono bertajuk 'Joy in Color'. Terdapat 77 karya lukisan yang dipamerkan, kesemuanya tak sekadar dekoratif tapi bentuk ekspresi jiwa yang murni dari pengalaman personal sang pelukis.
Beberapa lukisan yang coba dihadirkan Gadis berupa figur gedung, rumah, menara Eiffel, kucing, manusia, pemandangan, bunga, hingga ikan. Semuanya bersumber dari bagaimana Gadis melihat dunia dari kacamatanya.

"Gadis lebih punya hasrat dalam melukis. Sebagai orang tua, saya belajar banyak dari Gadis bahwa ekspresi tak harus sempurna dan keberanian menunjukkan diri kita apa adanya merupakan bentuk seni paling jujur," kata desainer kondang Poppy Dharsono selaku ibu Gadis Dharsono di sela pembukaan pameran, beberapa waktu lalu.
Lukisan karya Gadis memiliki gaya visual yang sangat khas. Tak hanya eksploratif tapi juga intuitif dan penuh warna. Bahkan, jika dilihat secara dekat, setiap karya menunjukkan keberanian pada komposisi, spontanitas garis, dan pemilihan palet yang kuat.
Itu juga yang membuat setiap orang yang melihat karya Gadis akan melihat ketulusan dan kejujuran yang penuh rasa di balik setiap lukisannya.
Lebih lanjut, menurut Syarah H Andriani selaku Kepala Cabang IFI Wijaya, lukisan Gadis lebih dari permainan warna. Sebab, seluruh karyanya merupakan perjalanan hidup dengan goresan penuh warna.
"IFI Wijaya menyambut baik hadirnya karya lukis Gadis Dharsono pada pameran tunggal perdananya ini. Kami punya komitmen kuat terhadap inklusivitas," ujar Syarah.
Timotius Suwarsito selaku kurator pameran menerangkan, sebagai seorang pelukis disabilitas, Gadis memperlihatkan perjuangan tak kenal lelah untuk menyelesaikan karya demi karya.

Ya, dalam pengerjaannya, Gadis memerlukan waktu satu hingga dua bulan untuk bisa menyelesaikan lukisan.
Bukan waktu yang sebentar, karena untuk sekadar mengangkat kuas Gadis memerlukan effort yang luar biasa, serupa mengangkat dumble 5 kilogram. Ini terjadi karena keterbatasan yang dimiliki Gadis.
"Makanya, mengangkat kuas bagi Gadis perlu perjuangan tersendiri. Hasil goresannya memang jadi lebih berbeda. Garisnya jadi lebih bebas, menari tanpa sketsa," kata Kak Toto, sapaan akrab Timotius Suwarsito.
Kak Toto menambahkan, "Pameran pertama ini menunjukkan intuisi bertemu warna bahkan mengajak kita untuk masuk ke semesta paling jujur, ekspresif, dan sering tak terduga."
Hal menarik dari pameran lukisan ini adalah Gadis berkomitmen penuh untuk tetap menguatkan ekosistem disabilitas. Karenanya, Gadis menyumbangkan seluruh hasil penjualan karya lukisan untuk teman-teman disabilitas yang paling membutuhkan.
"Semoga pameran ini bukan hanya pencapaian pribadi Gadis, tapi juga menjadi pengingat bahwa manusia dengan segala kekhasannya punya hak untuk bersuara. Lewat seni, Gadis telah bersuara dan suara itu dalam segala kejujurannya," kata Poppy Dharsono.
Sebagai informasi, sejak kecil Gadis Dharsono sangat akrab dengan proses berkesenian, khususnya mode. Itu terjadi karena melihat sang ibu dalam merancang busana.
Meski begitu, perempuan pelukis berusia 28 tahun itu lebih memperdalam seni lukis. Bagi Gadis, melukis adalah bentuk kegembiraan. Karena itu, lukisan karyanya bukan semata untuk dimengerti, tetapi untuk dirasakan, sehingga sangat sentimental.
Editor: Muhammad Sukardi