Mengenal Candi Singosari, Bagian Arcanya Baru Dikembalikan Belanda usai Disimpan Selama 3 Abad

JAKARTA, iNews.id - Arca Singosari merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sangat berharga dan penting untuk dipelihara. Menjadi momen menggembirakan, setelah 300 tahun berada di Belanda, kini Arca Singosari bisa kembali ke Tanah Air.
Arca Singosari akhirnya pulang ke Indonesia, setelah tiga abad atau sekira 300 tahun berada di Belanda. Kepulangan artefak kuno milik Indonesia ini dikabarkan oleh Sejarawan Bonnie Triyana bersama sejarawan lain, Dr Sadiah Boonstra.
"Setelah tiga abad berada di Belanda , akhirnya pulang! Saya dan Dr Sadiah Boonstra mendampingi tim ahli repatriasi: Dr Junus Satrio, Prof Irma dan Dr. Ninie Susanti memeriksa pengemasan arca Singosari sebelum dikirim ke tanah air tepat pada hari kemerdekaan, 17 Agustus 2023," kata Bonnie dalam unggahan di Twitter miliknya @bonnietriyana.
Lalu apa itu Arca Singosari? Kenapa Belanda begitu lama menggenggamnya? Ya, tentunya Arca ini sangat berharga. Sebab , Arca Singosari merupakan bagian dari Candi Singosari.
Seperti dalam situs resmi Kabupaten Malang, Candi Singosari berlokasi di daerah Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari. Jarak tempuh 300 meter dari Kecamatan Singosari.
Jika dari Kota Kabupaten Malang dapat ditempuh sejauh kurang lebih 10 km ke arah Utara. Sementara dari arah Surabaya kurang lebih berjarak 88km ke arah Selatan.
Untuk dapat menuju Candi Singosari, dapat ditempuh dengan kendaraan mobil atau taksi baik dari Kota Kabupaten Malang atau Kota Surabaya.
Candi Singhasari atau Candi Singasari atau Candi Singosari adalah candi Hindu -Buddha peninggalan bersejarah Kerajaan Singhasari. Usut punya usut, perkembangan cerita Candi Singosari dapat dihubungkan dengan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari.
Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertanggal 1351 M di halaman kompleks candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat pada tahun 1292.
Candi tersebut didirikan bersamaan dengan waktu diadakannya upacara Sraddha, yaitu upacara untuk memperingati 12 tahun sesudah raja wafat atau tahun 1304 Masehi, masa pemerintahan Raden Wijaya, Raja Majapahit I.
Di kawasan candi ini memiliki arca Dwarpala, yakni patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Budha, berbentuk manusia atau hewan. Ada dua Arca yang terletak di sebelah Barat situs Candi Singosari.
Situs itu berbentuk dua Arca Dwarapala yang dibuat dari batu Monolitik dengan ketinggian 3,70m. Sedangkan di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang juga terdapat 2 Arca Dwarapala yang tingginya sekitar 3,5m dan terletak di pinggir jalan, saling berhadapan.
Nama Dwarpala diambil dari bahasa Sansekerta yang bermakna penjaga pintu atau pengawal pintu gerbang. Kemudian jika menengok bangunannya bergaya menara tersusun atas batu andesit yang disusun dengan sistem kuncian. Bangunan candi didasari oleh batur berbentuk persegi setinggi 1,5 meter tanpa hiasan.
Ruangan peletakkan arca pada Candi Singosari berbeda dengan keruangan bangunan suci di Jawa pada umumnya. Arca-arca keluarga Siwa diletakkan pada relung yang berada di bagian kaki candi, bukan pada badan candi seperti lazimnya.
Keempat relung tersebut berupa lorong memanjang seperti bagian mandapa (pendopo) pada arsitektur candi di India Selatan. Atap keempat lorong pada kaki candi dihias dengan atap membumbung yang bernama prasadha.
Lalu pada badan candi hanya berupa ruang kosong dan di luarnya dipahatkan relung semu pada keempat fasadnya, sedangkan pada bagian atap candi berbentuk prasadha dan sebagian telah runtuh. Jika dilihat dari jauh Candi Singosari mencerminkan Mahameru, gunung suci yang dikelilingi empat gunung kecil.
Di berbentuk prasadha dan sebagian telah runtuh. Jika dilihat dari jauh Candi Singosari mencerminkan Mahameru, gunung suci yang dikelilingi empat gunung kecil.
Pembangunan Candi Singosari tampaknya belum selesai. Maka jangan heran jika banyak bagian candi yang masih berupa bidang polos tanpa ukiran. Bahkan pada bagian kepala kala yang diletakkan pada relung kaki candi masih berbentuk ukiran dasar.
Editor: Vien Dimyati