Mengenal Kerajinan Gerabah Kuno Desa Klipoh, Ada sejak Berdirinya Candi Borobudur
JAKARTA, iNews.id - Kemegahan Candi Borobudur memang sudah terkenal hingga mancanegara. Bahkan, saat singgah ke tempat wisata ini belum lengkap tanpa membawa oleh-oleh kerajinan gerabah khas Desa Klipoh.
Di sini, terdapat banyak kerajinan gerabah kuno yang bisa dijadikan oleh-oleh. Salah satunya, gerabah karya dari Supoyo.
Kerajinan gerabah di Desa Klipoh diyakini sudah ada sejak masa pembangunan Candi Borobudur, sekitar abad ke-8. Gerabah merupakan perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk, kemudian dibakar dan dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan manusia.
Karenanya, tak jarang warga sekitar yang menjadikan gerabah sebagai mata pencahariannya. Seperti Pak Supoyo, warga asli Desa Wisata Klipoh, Karanganyar, Jawa Tengah ini sudah mendedikasikan hidupnya membuat kerajinan gerabah selama lebih dari 15 tahun.
"Jadi kami sebagai penerus pengrajin gerabah itu sejak 2004," kata Supoyo seperti dikutip dari akun Resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada Rabu (17/11/2021).
Mulanya, Dinas setempat datang ke kediamannya dan memberikan alat sebagai penunjang untuk membuat gerabah. Karena, kata Supoyo, orang zaman dahulu membuat gerabah hanya menggunakan kayu secara manual.
"Jadi kalau pakai kayu kurang cepat untuk putarannya," tuturnya.
Supoyo menyebutkan, alat bantu untuk membuat gerabah itu bernama perbot. Dengan alat ini, dia mengaku bisa lebih banyak menghasilkan gerabah dibanding menggunakan kayu manual.
"Yang seharinya cuma 10, kalau pakai alat ini bisa 20, atau 30," ujarnya.
Meski produknya belum meluas ke pasar ekspor, barang dagangan Supoyo ini seringkali diminati para wisatawan sebagai suvenir atau kenang-kenangan saat berwisata ke desa tersebut. Bahkan, Supoyo juga mengajak para wisatawan yang datang untuk ikut praktik membuat gerabah.
Sayangnya, sejak pandemi melanda, Supoyo mengaku usahanya ini sangat berdampak. Jika sebelum pandemi, dalam satu bulan, Supoyo bisa mendapatkan pengunjung hingga 3.000 orang. Setelah pandemi, tidak ada wisatawan yang berkunjung. Hanya pengrajin saja yang masih terus semangat untuk memproduksi gerabah.
"0 persen, enggak ada sama sekali penerimaan tamu. Semestinya pemerintah segera membuka jalur wisata. Karena kesehariannya kita sudah berbaur dengan dunia pariwisata," ujarnya.
Editor: Vien Dimyati