Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Longsor Bukit Kapur di Banyumas, Warga Keluhkan Aktivitas Penambangan Pabrik Semen
Advertisement . Scroll to see content

Mengenal Kesenian Lengger Banyumas lewat Film Tarian Lengger Maut, Miliki Aura Mistis

Senin, 31 Mei 2021 - 22:39:00 WIB
Mengenal Kesenian Lengger Banyumas lewat Film Tarian Lengger Maut, Miliki Aura Mistis
Kesenian Lengger Banyumas (Foto: YouTube)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ada banyak budaya dan tradisi di setiap daerah yang memiliki keunikan. Budaya tersebut ada yang dilestarikan hingga sekarang, ada juga yang hampir punah.

Maka itu, diperlukan cara untuk tetap melestarikan budaya dan tradisi, salah satunya diangkat melalui film. Seperti yang dilakukan oleh anak muda kreatif Banyumas.

Produser film ini adalah Aryanna Yuris, Eye Supriyadi, dan Cristian Imanuell. Dia mengangkat budaya Banyumas ke dalam cerita film berjudul Tarian Lengger Maut.

Film ini dirilis oleh Visinema Pictures yang berkolaborasi dengan Aenigma Pictures. Tayang sejak 13 Mei 2021 dan disutradarai oleh Yongki Ongestu. Film bergenre thriller misteri ini akan membuat penonton terbawa suasana, sekaligus mengetahui seluk beluk tradisi kesenian Lengger.

Lantas seperti apa budaya Lengger khas Banyumas?

Kesenian Lengger merupakan tarian tradisional atau yang biasa dikenal ronggeng. Biasanya, tarian ini dimainkan oleh dua hingga empat orang laki-laki yang didandani serupa perempuan dengan pakaian khas. 

Mengutip dari Kemendikbud, tarian Lengger hadir di Banyumas sejak 1755. Namun, hingga saat ini belum diketahui siapa penciptanya, karena tarian ini merupakan kesenian yang berasal dari rakyat.

Tidak hanya menari, para seniman Lengger juga membawakan lagu tradisional Banyumas dengan iringan musik gamelan atau calung.

Eye Supriyadi selaku produser Tarian Lengger Maut mengatakan, film yang syuting di Kaki Gunung Slamet ini sekaligus mengangkat budaya Banyumas yang melibatkan para pekerja kreatif Banyumas.

"Hanya saja kendala utama kawan-kawan pekerja kreatif, utamanya pegiat film kurang percaya diri untuk terlibat dalam produksi skala komersial, demikian juga belum banyak investor daerah yang melirik sektor industri film," kata Eye Supriyadi, melalui keterangannya, belum lama ini.

Eye menjelaskan, memang iklim perfilman di Banyumas belum terbentuk. Ini adalah hal wajar, namun, film Tarian Lengger Maut menjadi pembuktian, pekerja kreatif Banyumas mampu mengikuti ritme produksi film skala komersial.

Dia berharap, di masa mendatang akan ada lebih banyak lagi film komersial yang diproduksi di Banyumas, sehingga bisa terbentuk iklim industri film daerah yang ikut memperkaya khasanah perfilman Indonesia. 

"Tentu tidak akan instan, perlu waktu dan perjalanan panjang untuk menuju ke sana, akan tetapi paling tidak film Tarian Lengger Maut ini sudah menjadi pembuka jalan bagi industri film di daerah," kata Eye.

Libatkan Seniman Senior

Tidak main-main, dalam proses pembuatannya, film ini melibatkan para seniman senior. Salah satunya, seniman calung tradisional yang akrab disapa Pak Kendar dan seniman Lengger senior atau sinden yang dikenal dengan Bu Kendar.

Mereka terlibat langsung dalam persepsi budaya hingga proses pembentukan karakter pemain di film, bernama Sukma.
 
Aryanna Yuris yang juga produser film Tarian Lengger Maut mengatakan, keterlibatan para seniman Banyumas sangat membantu pembuatan film. Menurutnya, Pak Kendar, adalah penabuh kendang sekaligus salah satu dari sedikit pengrajin calung yang masih bertahan. Dia telah menjadi penabuh sejak muda sejak 1960an. 

Dalam kesempatan tersebut, Pak Kendar mengatakan, kesenian lengger lahir dari rakyat Banyumas yang mayoritas adalah petani, jauh dari pengaruh keraton. "Ini terlihat dari gerakan tari yang lebih lugas sesuai dengan karakter orang Banyumas yang blakasuta berbicara dan berlaku apa adanya," kata Pak Kendar.

Sementara itu, Bu Kendar mengatakan, indang lengger akan menambah karisma seorang lengger atau sinden ketika pentas. Bahkan, beberapa dipercaya memiliki kemampuan lebih dari sekadar karisma pemikat.

"Salah satunya adalah sebagai pelindung bagi pemiliknya, karena pada zaman dahulu, seorang lengger dan rombongannya seringkali harus berjalan kaki melalui daerah rawan untuk sampai di tempat pertunjukan," kata Bu Kendar.

Ciri khas dari tarian ini adalah alat musik gamelan dan calung. Menurut Aryanna Yuris, hingga saat ini banyak orang yang tidak bisa membedakan calung dan gamelan.

"Perbedaan mendasar dari keduanya adalah perangkat musik yang dipakainya. Alat musik calung terbuat dari bambu, sementara gending terbuat dari logam. Dari bunyinya, tabuhan calung lebih rancak daripada gending," kata dia.

Sinopsis

Warga Desa Pageralas mulai menghilang ketika seorang dokter (Refal Hady) pindah 
dari kota. Di saat yang sama, seorang penari Lengger, Sukma (Della Dartyan), 
sedang menjalani ritual untuk penerimaan Indang.

Dipercaya, penari yang memiliki Indang dapat memesona penontonnya dan 
dapat melindungi pemiliknya. Terobsesi dengan suara detak jantung, dr. Jati mulai terganggu dengan suara jantungnya sendiri ketika menonton tarian Sukma. Sampai suatu saat, Sukma mengetahui tentang obsesi gelap sang dokter. 

Seperti diketahui karya ini merupakan produksi film pertama di Indonesia yang menerapkan zero waste movement. Sebagai bagian dari apresiasi budaya dan daerah. Tim produksi berkomitmen untuk mengurangi sampah yang dihasilkan dalam produksi.

Tim produksi menukar pemakaian alat makan dan gelas sekali pakai dengan 
peralatan yang dapat digunakan kembali. Air mineral dalam kemasan ditiadakan, dan botol minum dibagikan ke crew, serta pemain untuk mengisi ulang air minum.

Editor: Vien Dimyati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut