Mengenal Sejarah Rempah Nusantara yang Mendunia di Museum Kebangkitan Nasional
JAKARTA, iNews.id - Sejarah perjalanan rempah di Indonesia sangat menarik untuk dieksplorasi. Perlu diketahui, pada masanya, rempah asal Indonesia dikenal hingga mancanegara.
Lantas, seperti apa sejarah perjalanan rempah asli Indonesia? Berikut ulasannya dirangkum pada Senin (11/12/2023).
Ya, bagi pencinta sejarah, ada baiknya Anda berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta. Terutama pada momen liburan Natal dan Tahun Baru, Anda bisa mengajak keluarga untuk liburan ke museum.
Berada di museum ini, Anda akan mendapatkan edukasi mengenai sejarah jalur rempah dunia. Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau yang juga dikenal dengan Indonesian Heritage Agency (IHA) membuka pameran bertajuk "Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia" di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta pada 9 hingga 31 Desember 2023.
Sadiah Boonstra selaku koordinator kuratorial mengatakan, pameran ini merupakan gagasan untuk menarasikan ulang sejarah perjalanan dan perdagangan Rempah Nusantara. Mengisahkan mengenai proses penyebaran yang sudah terjadi jauh sebelum bangsa Eropa melakukan pencarian dan ekspedisi rempah ke wilayah Nusantara.
"Jalur rempah tidak hanya di Indonesia tapi ada peran Timur Tengah dan Eropa. Rempah penting digunakan di dapur sebagai obat dan banyak manfaat. Orang Eropa mencari sumber rempah. Itu alasan mereka mencari sumber ke Nusantara," ujar Sadiah, melalui keterangannya belum lama ini.
Menurut dia, rempah menyebar melampaui batas ruang dan waktu. Rempah telah ditemukan di dalam tubuh dan makam raja-raja Mesir Kuno dari abad ke-13 SM, hingga hadir dalam sepiring hidangan saat ini.
Pengajuan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia UNESCO
Perlu diketahui, Indonesia melahirkan berbagai jenis rempah raja seperti cengkih, pala, dan cendana yang menjadi komoditas utama. Pada masanya, komoditas rempah-rempah ini bernilai lebih mahal dari emas. Banyaknya artefak, catatan sejarah, dan keunikan budaya dari masa lalu menggambarkan aktivitas masa lampau masyarakat Nusantara yang membangun jalur perdagangan global yang disebut dengan Jalur Rempah (Spice Routes).
Jalur Rempah memiliki nilai sejarah penting yang dapat menjadi wawasan berguna untuk perkembangan perdagangan global. Untuk itu, pada 2017, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menginisiasi pengusulan Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid menjelaskan, sejarah jalur rempah dari masa ke masa merupakan contoh nyata diplomasi budaya telah dipraktikkan di segala lini oleh individu, komunitas masyarakat, hingga tingkatan negara-bangsa.
"Jalur Rempah dapat menjadi pijakan dalam melihat kembali berbagai kemungkinan kerja sama antarbangsa untuk mewujudkan persaudaraan dan perdamaian global," kata Hilmar.
Hilmar melanjutkan upaya pengajuan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia UNESCO ditargetkan tercapai pada 2024. Keberhasilan upaya ini membutuhkan usaha bersama untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, memelihara, dan mengedukasi generasi mendatang tentang pentingnya Jalur Rempah.
Berangkat dari semangat untuk bersama-sama mengantarkan Jalur Rempah menjadi warisan budaya dunia, MCB bersama dengan unit Museum Nasional Indonesia dan Museum Kebangkitan Nasional berkolaborasi dengan berbagai ahli dan pihak seperti
Culture Lab Consultancy (CLC), Yayasan Negeri Rempah dan Cukup Cakap menghadirkan Pameran “Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia” untuk mengedukasi publik khususnya generasi muda tentang arti penting Jalur Rempah, dengan
menghadirkan tata pamer dan berbagai kegiatan menarik.
Enam Instalasi Utama
Ahmad Mahendra selaku pelaksana tugas kepala MCB/IHA, menjelaskan, melalui proses kuratorial bersama-sama dengan para pakar dan komunitas, pameran ini menceritakan kisah perkembangan ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan yang didorong oleh Jalur Rempah.
"Kami harap dengan penyajian yang memiliki nilai-nilai baru ini dapat mempertegas nilai sejarah dan warisan budaya nusantara kita, Jalur Rempah, yang tidak ternilai harganya," kata Ahmad Mahendra.
Pameran Jalur Rempah menghadirkan enam instalasi utama yang terdiri atas Area Koleksi Jalur Rempah, Replika Bas Relief Borobudur, Herbarium Tanaman Rempah, Instalasi Peta Interaktif Jalur Rempah, Panel Aplikasi Rempah Internasional dan Instalasi Interaktif Replika Kapal Borobudur.
Objek yang ditampilkan dalam pameran ini berjumlah 35, mulai dari prasasti dan mata uang kuno hingga benda kehidupan sehari-hari seperti pipisan-gandik (untuk mengolah jamu dan obat-obatan tradisional), serta gahi-gahi (tongkat pemetik pala) dan tukiri (keranjang) yang masih digunakan pada perkebunan pala saat ini.
Pameran ini juga mengedepankan aspek interaktivitas dan partisipatif. Pengunjung dari berbagai kalangan usia berkesempatan berinteraksi dengan macam-macam instalasi seperti menghirup aroma rempah, merasakan berlayar di samudera dengan replika Kapal Borobudur, dan masih banyak lagi.
Sepanjang pameran diadakan berbagai program publik yang melibatkan para pelajar, mahasiswa/i, komunitas rempah, penggiat budaya dan publik secara umum. Beberapa kegiatan tersebut antara lain seperti sesi berbagi, sesi kongkow akhir
pekan, sesi rumpi rempah, sesi aksi untuk bumi, sesi jamuan negeri rempah dan sesi pertunjukan musik pada setiap akhir minggunya. Untuk mengunjungi pameran, pengunjung dapat membeli tiket dengan tarif Rp2.000 untuk dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak.
Editor: Vien Dimyati