Pemandangan Hotel Mewah Zaman Kolonial di Malang, Ternyata Dulu Tempat Crazy Rich Kumpul
MALANG, iNews.id - Malang dikenal sebagai kota yang memiliki udara sejuk dan asri. Tidak heran jika Malang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata populer yang dikunjungi wisatawan.
Tidak hanya masa kini, sejak zaman kolonial, Malang juga sudah terkenal sebagai tempat kumpulnya para sultan perkebunan dan pariwisata.
Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia atau saat masa penjajahan Belanda, Malang telah menjadi pusat pertemuan perkebunan dan pariwisata. Sebab, alamnya yang indah dan udaranya sejuk membuat orang-orang Eropa kala itu merasa betah dan kerap kali menginap di Malang.
Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM) Reza Hudianto menjelaskan, beberapa hotel di masa kolonial memang dibangun. Hotel-hotel seperti Hotel Pelangi, Ritche Hotel, hingga Splendid Hotel atau yang sekarang bernama Wisma Tumapel dibangun oleh para pengusaha Belanda, saat Belanda masih berkuasa di Indonesia.
"Kenapa mendirikan hotel itu karena sebab utamanya tempat berkumpulnya tuan-tuan kebun, Malang dikelilingi perkebunan kakau, yang di tenggara selatan tebu, tenggara kopi, barat juga kopi, mereka kadang kalau pertemuan mangkal di pub," kata Reza ditemui MNC Portal, pada Senin (15/8/2022).

Reza menerangkan, bila banyak perkebunan di Malang raya dan sekitarnya menjadikan Kota Malang kala itu sering dijadikan ajang pertemuan para crazy rich atau bos-bos perkebunan Belanda. "Jadi itu penting, masalah ada hotel kok banyak di Malang saya kira menjadi pusat pertemuan perkebunan di seluruh Malang Raya, istilahnya updeling," kata dia.
"Pusat pertemuan komunitas perkebunan Malang raya, bisa dari Lumajang, Blitar, kadang Kediri juga pertemuannya di sini. Kan pusat laboratorium uji di sini, laboratorium untuk tanaman di Malang, di Karya Timur gedungnya masih ada," kata Reza.
Sesuai pertemuan, dikatakan Reza, biasanya para tuan-tuan perkebunan itu tak langsung pulang. Namun, berkumpul terlebih dahulu sehingga ketika akan kembali pulang ke daerahnya masing-masing akan terlalu larut malam.
Dari sanalah alasan mengapa banyak hotel di Malang, tentu dari sekian hotel yang dibangun, Wisma Tumapel kala itu menjadi penginapan yang diminati oleh para crazy rich perkebunan. Penginapan yang dibangun tak jauh dari Sungai Brantas menyuguhkan pemandangan indah dari sungai dan udaranya yang sejuk.
"Kalau pulang sudah terlalu malam, kalau jarak sini ke Tumpang itu empat jam, naik trem sini ke Dampit kecepatannya cuma 40 kilometer per jam, mereka kadang nginap. Di mana mereka nginap di Splendid itu. Awal-awal itu untuk menginap mereka," tuturnya.

Maka tak heran, bila akhirnya pemerintah kota di bawah kekuasaan Belanda memutuskan membangun hotel terlebih dahulu dibanding dengan perkantoran balai kota yang masuk dalam rancangan bouwplan. Hal ini sesuai dengan permintaan para crazy rich dan memfasilitasi para perusahaan swasta kala itu.
"Bouwplan dua baru dikembangkan, baru ada itu baru bouwplan belum ada bangunan, balai kota baru dibangun 1926 diresmikan 1929. Ternyata dari kronologi Splendid (Wisma Tumapel) lebih duluan daripada balai kota, Wisma Tumapel itu 1923, hotel lebih dulu dari pada Balai kota. Balai kota satu generasi dengan HPS (yang sekarang jadi kompleks SMA Tugu)," kata dia.
"Semua yang sponsori aktivitas perkebunan swasta tidak ada peran negara. Negara hanya regulator, yang berkuasa swasta, termasuk hotel-hotel yang mendirikan swasta, kepentingan orang-orang pebisnis, kalau kumpul di konkordia Malang, termasuk yang besar, dibandingkan konkordia lain, karena yang ditampung juga banyak," kata dia.
Editor: Vien Dimyati