Selain Margonda dan Tanah Abang, Ini Sejarah Nama Daerah di Jabodetabek yang Mengejutkan
JAKARTA, iNews.id - Ada berbagai macam daerah di Indonesia memiliki nama unik. Termasuk daerah-daerah di kawasan Jabodetabek yang memiliki makna dan sejarah menarik di baliknya.
Salah satunya, Margonda, Kebon Jeruk, Tanah Abang, dan lainnya yang memiliki sejarah panjang. Penasaran ingin tahu asal usul nama-nama daerah di kawasan Jabodetabek? Berikut ulasannya dirangkum pada Jumat (18/11/2022).
Kebon Jeruk
Sesuai dengan namanya, kawasan ini dinamai Kebon Jeruk dikarenakan pada zaman dulu adalah perkebunan buah-buahan yang didominasi dengan tanaman pohon jeruk, seperti jeruk limau, jeruk bali, jeruk purut, dan jeruk sunkist.
Tanaman jeruk yang tumbuh di kawasan Kebon Jeruk masa itu merupakan peninggalan dari warga Belanda yang menetap di Batavia. Masyarakat Belanda membawa jeruk keprok dan manis dari Italia dan Amerika Serikat.
Saat musim panen datang, karena jumlah jeruknya yang berlimpah sering dibagikan ke para tetangga atau dijual ke pasar. Pohon-pohon jeruk tumbuh dan berbuah di pekarangan rumah hanya dikonsumsi secara terbatas untuk anggota keluarga.
Tanah Abang, Jakarta Pusat
Tanah Abang merupakan salah satu kecamatan di wilayah kota administrasi Jakarta Pusat. Ada tiga teori tentang terbentuknya nama kawasan ini. Teori yang pertama tentang penyerbuan pasukan Mataram ke kawasan Batavia.
Pada 1628 kawasan tersebut disinggahi oleh pasukan Mataram. Pasukan yang datang melihat tanah yang berwarna merah, dan tentunya berbeda dengan daerah-daerah lain. Karena keunikannya tersebut, pasukan Mataram kemudian menamakan daerah tersebut sebagai ‘Tanah Abang’.
Penamaan Tanah Abang, dipercaya berasal dari bahasa Jawa yakni abang atau merah. Sejak saat itulah kawasan ini disebut dengan nama Tanah Abang. Sedangkan teori lainnya, berasal dari cerita pada 1990-an. Di kala itu ada kawasan yang disebut Nabang. Kata ini biasa diucapkan para sopir angkutan umum untuk mencari atau menarik penumpang.
Pesing, Jakarta Barat
Kawasan Pesing pada zaman kolonial, diketahui sebagai kawasan perdagangan di mana, banyak para pedagang yang berkumpul dari berbagai pelosok dari Batavia. Banyak para pedagang yang membawa buah-buahan, sayur mayur, rempah-rempah, bumbu dapur, dan banyak lagi dengan menggunakan gerobak yang ditarik menggunakan seekor kuda.
Jumlah kuda yang ada untuk menarik gerobak-gerobak tersebut cukup banyak. Saat itu para kuda sering kencing di jalanan yang menyebabkan bau pesing. Siapapun yang melintasi kawasan tersebut dengan secara spontan akan menutup hidung dan sejak saat itu, kawasan ini dijuluki dengan nama ‘Pesing’
Senen
Planet Senen, begitu julukan bagi nama tempat yang meliputi Pasar Senen, Stasiun Senen, Gelanggang Remaja Senen, dan Bioskop Grand. Kawasan ini adalah lokasi bertemunya para seniman Senen.
Sejarah Senen diawali dengan dibukanya Pasar Senen (Welter Vreden) oleh Yustinus Vinck pada 1733. Dinamakan pasar Senen lantaran proses perdagangan hanya dilakukan pada hari Senin saja dan didominasi oleh etnis Tionghoa.
Sentul, Bogor
Sama halnya dengan Kebon Jeruk, nama Sentul, Bogor rupanya juga diambil dari nama buah sentu itu sendiri atau yang dalam bahasa sunda berarti Kecapi. Sentul merupakan salah satu daerah yang cukup terkenal karena potensi wisatanya.
Pamulang, Tangerang Selatan
Terdapat dua versi tentang asal usul nama daerah satu ini. Yaitu versi yang didapat secara turun-temurun. Dahulu banyak para kepala rumah tangga yang bekerja di Jakarta dan jarang pulang sehingga anak-anaknya sering meminta agar mereka cepat pulang “Pak, pulang!”
Sedangkan versi kedua adalah berasal dari kata ‘Pamulangan’. Pada zaman penjajahan terdapat danau di Pamulang yang ditumbuhi dengan rerumputan yang cukup hijau. Tempat ini sering dijadikan tempat peristirahatan pasukan yang pulang menyerang dari Batavia.
Margonda, Depok
Nama Margonda diambil dari nama seorang pahlawan nasional yang meninggal ketika pasukannya menyerang Inggris di Kali Bata pada 1945. Margonda semasa hidup merupakan seorang pemuda yang belajar analisis kimia dari Balai Penyelidikan Kimia Bogor. Yang didirikan sejak permulaan perang dunia I oleh Indonesiche Chemische Vereniging, perusahaan milik Belanda.
Saat Jepang takluk dengan bom atom Amerika di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, Margonda ikut aktif dengan gerakan kepemudaan yang membentuk laskar-laskar. Margonda juga pernah masuk menjadi bagian BKR (Badan Keamanan Rakyat), di Bogor. Setelah mengikuti pendidikan kemiliteran secara singkat dia dimasukkan ke Batalyon kota Bogor dengan pangkat letnan muda.
Dari Bogor dia naik kereta api dan bergabung dengan pasukan Batalyon I Depok. Ketika gugur di Kali Bata dengan rekannya Sutomo, jenazahnya disemayamkan di kota kelahirannya, Bogor.
Editor: Vien Dimyati