Terkait Polemik RKUHP, Kemenpar Minta Jangan Ganggu Pariwisata Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berharap agar polemik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak berdampak pada industri pariwisata. Sebelumnya, Australia mengeluarkan Travel Advice pada Jumat 20 September 2019, lewat situs resmi pemerintah Australia, Smartaveller.gov.au. Kemudian Senin 23 September 2019, travel advice tersebut diperbarui.
Dalam situs tersebut menyatakan, peringatan kepada warga Australia terkait risiko penjara atau denda saat berwisata di Indonesia. Padahal, aturan undang-undang baru berlaku dua tahun setelah disahkan.
Adapun dua pasal di RKUHP yang dianggap berpengaruh pada turis adalah Pasal 417 dan Pasal 419. Dalam Pasal 417 terdapat aturan yang melarang persetubuhan yang bukan suami atau istri dengan sanksi penjara paling lama satu tahun atau denda kategori II.
Sedangkan Pasal 419 mengatur pasangan belum menikah yang hidup bersama dapat dipenjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Denda tersebut sekitar Rp50 juta.
Beberapa detail yang difokuskan oleh pemerintah Australia bagi warganya yang ingin berwisata ke Indonesia, terkait RKHUP adalah seks di luar nikah, termasuk bagi hubungan sesama jenis, tinggal bersama di luar stastus nikah, tindakan tak senonoh di tempat umum, menghina presiden, wakil presiden, agama, simbol negara dan institusi, menggangu ideologi Pancasila.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani mengatakan, diharapkan agar polemik RKUHP tidak mengganggu pariwisata Indonesia. Terutama di Bali. Sebab, sebanyak 80 persen turis yang ada di Bali berasal dari Australia.
"RKUHP kan masih ditunda. Khususnya untuk pariwisata di Bali dan Australia jangan sampai terganggu. Bali Tourims Board juga sudah sudah buat pernyataannya, sejauh ini belum ada pembatalan dari maskapai yang ke Bali," kata Rizki di Jakarta kepada iNews.id, Senin (23/9/2019).
Rizki berharap, nanti apa pun yang dikeluarkan undang-undang tidak berpengaruh dan tidak mengganggu pariwisata Indonesia. Dia ingin agar dalam mengeluarkan UU untuk lebih dipertimbangkan lagi. Karena KUHP ini tidak hanya berlaku kepada warga negara Indonesia saja, tetapi juga turis asing yang sedang berada di Indonesia.
"Terkait isu ini sudah kami pantau terus dari VITO atau Visit Indonesia Tourisme Officer. Kami terus pantau apakah ada pembatalan turis ke Indonesia. Sejauh ini belum ada pembatalan dari airlines. Jetstar juga jalan terus. Kami cek terus dengan VITO di Australia," katanya.
Ke depannya, Rizki juga berharap agar Australia tidak terlalu heboh menanggapi isu di Indonesia. "Kadang, Australia suka mengeluarkan hal-hal yang seperti itu. Padahal belum dikeluarkan beritanya, sudah dihebohkan setiap ada kejadian di Indonesia, Australia langsung dibesar-besarkan," katanya.
Dia juga optimistis, pelaku wisata juga tidak akan terganggu. Mereka hanya menunggu kondusif dan tidak sampai heboh seperti pemberitaan. "Tapi mereka memang menunggu bagaimana sikap pemerintah terhadap pariwisata. Sudah keluar juga Bali Tourism Board yang menyatakan ini ditunda. Kami juga sudah sebarkan ke Singapura dan Malaysia, kalau UU ini belum diputuskan," tutur Rizki.
Editor: Tuty Ocktaviany