Asal-Usul Soto Bangkong yang Melegenda
JAKARTA, iNews.id - Bagi penggemar kuliner pasti pernah mendengar atau mencicipi Soto Bangkong, salah satu soto ayam legendaris asal Semarang, Jawa Tengah. Soto ini memiliki citra rasa khas Semarangan.
Siapa sebenarnya pemilik dan peracik Soto Bangkong ini? Ya, usaha soto ayam ini dibangun oleh almarhum H Soleh Soekarno. Pria asal Solo itu membuka usahanya benar-benar dari nol.
Pak Karno, demikian akrab disapa, datang ke Semarang pertama kali dari kampung halamannya, Solo, pada 1946, dengan berjalan kaki tiga hari tiga malam, bersama sang istri.
Pak Karno sempat bekerja serabutan, sampai akhirnya bekerja di tempat usaha soto orang lain. Karena cekatan dan gesit dalam bekerja, dia pun dipercaya untuk memegang dan membuka usaha soto sendiri.
Bermodal kemampuan membuat soto ayam, Pak Karno berjualan soto secara sederhana. Berkeliling kampung membawa pikulan berisi kuah dan isian soto ayam.
Selama 5 tahun, Pak Karno berjualan pakai pikulan akhirnya berjualan menetap di gang kawasan Bangkong.
"Dulu jualan sendiri. Keluar masuk kampung. Habis jualan, Bapak saya kemudian narik becak, pernah mengemis juga, jual karcis. Maklum Bapak saya ketika itu tidak bisa baca dan tulis. Hanya bermodalkan ketekunan dan keuletan," ujar Joko Bennyanto, pemilik dan pewaris rumah makan Soto Bangkong di Semarang.
Dia menerangkan, nama Soto Bangkong berasal dari bahasa Jawa. Di mana Bangkong berarti kodok. Tapi, Soto Bangkong bukanlah dibuat dari daging kodok. Soto ini disebut bangkong karena pertama kali berjualan berada di kawasan Bangkong.
Benny menceritakan saat membuka usaha di kawasan Bangkong, Pak Karno belum menyematkan nama untuk soto buatannya. Pembeli hanya mengenal soto Pak Karno.
Akhirnya ada pembeli yang menyarankan untuk memberi nama Soto Bangkong. "Pembeli ada yang bilang, bagaimana kalau dikasih nama Soto Bangkong, akhirnya Bapak ngasih nama itu. Jadi nama Soto Bangkong ini berasal dari pelanggan Bapak," kenang pria yang hobi otomotif tersebut.
Soto Bangkong merupakan soto ayam berkuah bening kecokelatan dengan isian terdiri dari suwiran ayam, bihun, dan toge. Kaldu dan potongan daging ayam kampung membuat rasa soto ini gurih dengan bawang putih goreng yang aromanya khas mengundang selera makan.
Soto ini disajikan menggunakan mangkuk khusus, dimakan bersama sate kerang, usus, tempe goreng, telur puyuh, dan perkedel. Makin sedap bila ditambah sambal, perasan jeruk nipis dan kecap manis. "Kecapnya kita buat sendiri khusus untuk Soto Bangkong. Sehingga rasanya khas berbeda dengan soto lain," imbuh Benny, yang merupakan putra bungsu Pak Karno, saat kunjungan Jelajah Gizi 2018, Nutricia Sarihusada.
Tak heran, Soto Bangkong selalu ramai diburu meskipun sudah puluhan tahun dan menjadi kuliner legendaris Kota Semarang. Bahkan Soto Bangkong berkembang cabangnya hingga Jakarta.
"Untuk bumbu tidak ada rahasia, sama dengan soto lain. Bahkan karyawan boleh membuka usaha sendiri. Bapak saya bilang ini adalah tempat belajar. Tapi, syaratnya jangan memakai nama Soto Bangkong. Yang boleh membuka Soto Bangkong adalah pewaris langsung," tandasnya.
Editor: Dani M Dahwilani