Cegah Obesitas Anak, Yuk Kenalkan Kebiasaan Makan Menu Berwarna-warni sejak Dini
JAKARTA, iNews.id - Memberikan makanan sehat kepada anak sangat penting untuk tumbuh kembang. Jangan biarkan anak makan sembarangan untuk mencegah terjadinya obesitas.
Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi, dr. Frida Soesanti mengatakan, orang tua memiliki tanggung jawab penting dalam mengajarkan anak tentang kebiasaan makan yang sehat sejak dini. Sebaiknya, kebiasaan makan yang baik ini dimulai sejak bayi melewati masa ASI eksklusif dan memulai makanan pendamping ASI pada usia 6 bulan.
“Asupan makanan tambahan akan menentukan pertumbuhan anak,” ujar Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi, dr. Frida Soesanti, melalui keterangannya dikutip Sabtu (11/3/2023)
Seperti diketahui, baru-baru ini, mencuat kasus anak berusia 16 bulan yang mengalami obesitas. Kental manis dituding menjadi penyebabnya. Menurut dr. Frida, tidak ada satu makanan tunggal yang bikin gemuk.
“Tidak ada. Prinsipnya adalah makanan yang masuk berlebihan, dan hanya sedikit yang dikeluarkan,” katanya.
Secara umum, semua jenis makanan dapat dikonsumsi oleh anak selama sesuai dengan usia dan tak dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, dalam pola asuh anak, orang tua perlu menunjukkan contoh baik terkait makanan.
Misalnya, dengan membaca label bahan makanan dengan cermat. Pada label produk kental manis, terdapat informasi yang menunjukkan produk tersebut tidak boleh menggantikan ASI, tidak cocok untuk bayi yang belum mencapai usia 12 bulan, dan tidak dapat dijadikan satu-satunya sumber gizi.
"Tidak perlu menyalahkan ibu atau keluarga yang memiliki anak obesitas. Namun, kasus tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan refleksi untuk mengevaluasi pola asuh yang diterapkan pada anak," kata dr Frida.
Pantau berat badan sejak bayi
Anak dengan obesitas dapat menimbulkan berbagai komplikasi kesehatan seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan perlemakan hati dini. Bahkan dalam jangka panjang, bisa menyebabkan kegagalan hati.
Oleh karena itu, dr. Frida mengimbau orang tua memantau berat badan dan pertumbuhan anak sejak bayi menggunakan kurva pertumbuhan. Jika berat badan anak sudah melebihi standar deviasi +2 SD dari tinggi badannya, maka dia sudah mengalami kegemukan. Jika sudah mencapai +3 SD, maka anak tergolong obesitas.
Namun, menurunkan berat badan anak yang gemuk atau obesitas tidak boleh dilakukan dengan cara diet ketat dan melarang anak untuk makan beberapa jenis makanan.
“Apalagi sampai mengurangi jumlah kalori secara drastis, karena akan membuat anak craving atau kelaparan. Akhirnya, terjadi efek yoyo,” katanya.
Dr Frida menjelaskan, kembalikan pola makan anak sesuai dengan kebutuhan kalori yang normal dengan membuat jadwal makan teratur dan seimbang. Disarankan untuk menyiapkan menu yang berwarna-warni dan terdiri dari tiga kali makan besar serta dua kali selingan.
“Paling bagus adalah menu yang berwarna-warni dalam satu piring. Kalau berwarna-warni pasti sehat karena ada warna sayuran,” katanya.
Penting bagi seluruh anggota keluarga untuk memberikan contoh pola makan yang baik karena anak akan meniru apa yang dimakan oleh keluarganya.
Gerakan tutup mulut
Tantangan terbesar menerapkan pola makan sehat dimulai sejak bayi mendapat MPASI di usia 6 bulan. Psikolog Irma Gustiani, M.Psi, Psikolog, PGCertPT menjelaskan di usia ini sampai 2,5 tahun, biasanya muncul gerakan tutup mulut, menolak makan, ataupun picky eating.
"Biasanya juga terjadi emotional feeding complex, di mana anak menunjukkan ketidaksukaan terhadap makanan yang diberikan ibunya atau pengasuhnya,” katanya.
Bisa juga ada masalah psikologis lain. Lantas, bagaimana solusinya? Pertama, kata Irma, pastikan memberikan makanan anak dalam porsi kecil sehingga secara psikologis, anak bisa melihat, makanan itu sebetulnya cukup buat dia. Jadi, tidak perlu terlalu banyak.
Kedua, buat tampilan makan menarik, sehingga si kecil tertarik secara visual. Misalnya, dengan plating semenarik mungkin, dan peralatan makan yang lucu.
Selanjutnya yang tidak kalah penting, ibu ataupun ayah yang mengasuh, perlu bersabar dan menjaga suasana hati selama kegiatan makan agar tidak berkonflik dengan anak.
“Kegiatan makan di usia ini adalah masa yang krusial bagi anak. Secara psikologis, anak butuh kondisi aman dan mendukung supaya bisa menikmati kegiatan makan,” kata Irma.
Irma menambahkan anak sudah bisa mulai diedukasi mengenai bahan baku makanan sejak dini. Tentu, disesuaikan dengan usia dan kemampuannya. Pada anak yang masih kecil, ibu bisa memperlihatkan bentuk dan warna sayur dan buah yang akan dikonsumsi.
Hal ini juga menjadi stimulasi yang sangat baik bagi si kecil mulai mengenal warna, bentuk, ukuran, dan tekstur. Di usia 3 tahun, edukasi bisa lebih kompleks.
“Anak sudah bisa diajak ikut serta kegiatan masak, mencuci sayur, memisahkan bahan makanan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan aktivitas ketrampilan motorik,” kata Irma.
Ini, kata dia, bisa dilakukan sambil mengobrol dengan si kecil mengenai menu, makanan yang dimasak, dan seperti apa rasanya. Sebisa mungkin, biasakan makan bersama.
Selama kegiatan makan, jauhkan anak dari distraksi seperti televisi, gawai, maupun hal-hal lain yang akan menghambatnya dalam proses kegiatan makan. Irma juga mengingatkan pentingnya orang tua mengetahui makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh diberikan kepada anak.
“Misalnya, makanan yang memicu alergi pada anak, atau makanan yang belum cocok diberikan ke anak. Perlu konsultasi ke dokter anak atau ahli gizi untuk mendapat informasi lengkap tentang pola hidup sehat yang tepat pada anak karena setiap anak berbeda.
Pandemi Covid-19 pengaruhi pola asuh
Studi yang dilakukan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) menemukan, kasus obesitas pada anak dan remaja meningkat dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Kementerian Kesehatan juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai peningkatan kasus obesitas anak akibat pandemi.
Sebagian besar kasus obesitas pada anak disebabkan oleh faktor eksogen (dari luar). Penyebabnya, makan berlebihan dan kurang aktivitas fisik. "Inilah yang terjadi selama pandemi. Aktivitas anak terbatas di rumah saja," kata dr. Frida.
Tak jarang, untuk mengatasi rasa bosan pada anak, orang tua berusaha menyenangkan anak dengan membelikan makanan tinggi kalori, ataupun minuman manis.
Sementara itu, sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan gawai. Akhirnya, kalori yang masuk melebihi kalori yang keluar. Alhasil, perlahan tapi pasti anak pun menggemuk.
Meski pandemi sudah mulai terkendali, sayangnya kebiasaan makan yang kurang baik serta minimnya aktivitas fisik selama pandemi, telanjur terbentuk. Butuh keseriusan dari orang tua untuk mengembalikan pola makan anak menjadi lebih sehat, serta mendorong mereka untuk lebih aktif.
“Perbaikan pola makan tidak ada gunanya tanpa aktivitas fisik. Tidak perlu ambisius dengan olahraga khusus. Ajak anak bergerak selama 30 menit sudah cukup. Ketika endurance sudah baik, baru ditambah intensitasnya,” kata dr. Frida
Editor: Vien Dimyati