Sebagaimana diketahui, akibat El Nino diperkirakan terjadi potensi penurunan produksi dari estimasi awal 2,6 juta ton menjadi sekitar 2,2–2,3 juta ton. Sementara, realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) baru sebesar 180.000 ton atau sekitar 22,61 persen dan Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 126.941 ton atau 58,82 persen.
Realisasi impor yang masih minim juga disebabkan beberapa perusahaan yang memiliki kuota impor GKM masih belum ada realisasi (0,00 persen). Hal ini antara lain karena tingginya harga gula internasional sehingga tidak menjangkau untuk penjualan sesuai HAP di tingkat konsumen.
"Jadi selain optimalisasi penyerapan dalam negeri dan percepatan importasi, diusulkan adanya fleksibilitas harga penjualan di tingkat konsumen. Ke depan pelaku usaha ritel bisa menjual gula konsumsi dengan harga Rp16.000 per kilogram," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyatakan, minimnya stok gula konsumsi nasional akibat rendahnya penyerapan dalam negeri dan terlambatnya realisasi pengadaan dari luar negeri, sehingga perlu dilakukan relaksasi di beberapa kanal perdagangan, salah satunya ritel modern.
"Kalau sekarang sudah terlanjur, harganya di luar negeri sudah tinggi. Ya sudah, kita harus sepakat bahwa ketersediaan itu nomor satu, berapa pun harganya ya sekarang harus dilakukan importasi karena nanti kalau tidak malah tidak punya stok. Tapi ini buat saya sesuatu yang tidak bagus, harusnya sudah dapat ijin importasi awal ya mereka lakukan importasi, harganya waktu itu kan masih di bawah," kata Arief.
Sebagai informasi, berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas tanggal 8 November 2023 harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen sebesar Rp16.211 per kg, lebih tinggi 11,80 persen di atas HAP. Sedangkan dari data Tradingeconomics mencapai 27,95 sen dolar AS per pon, mencapai level tertinggi dalam periode 5 tahun.