JAKARTA, iNews.id - Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Indra Darmawan, mengatakan penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara membutuhkan biaya yang mahal.
Menurut dia, selain ketergantungan pasokan listrik dari batu bara, dari sisi bisnis dan politis juga menjadi tantangan tersendiri. Itu sebabnya, penutupan PLTU Batu Bara harus dilakukan bertahap.
"Jadi PLTU Baru Bara sesuai dengan rencana jangka panjang kita menuju net zero 2060, itu akan kita pensiunkan dini, tetapi kan kalau kita pensiunkan dini musti kita bayar, siapa yang bayar itu?" ujar Indra dalam dalam konferensi pers virtual Global Future Fellows (GFF) 2022 bersama Fijar Foundation, Selasa (27/9/2022).
Menurut dia, komitmen pemerintah untuk melakukan transisi energi bersih membutuhkan biaya yang tidak murah. Saat ini Pemerintah hanya mampu menutup gap pembiayaan untuk melakukan transisi energi dari bersih ke kotor sebesar 29 persen atau sekitar Rp69,6 triliun dari kebutuhan pembiayaan sekitar Rp240 triliun.
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukkan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dalam Perpres tersebut sekaligus mengatur pelarangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru, namun dipastikan tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.
"Kita baru mengeluarkan Perpresnya untuk tidak melakukan investasi baru di pembangkit batu bara," tutur Indra.