Co-chief Investment Officer Certuity, Dylan Kremer menyebut, pengembangan mata uang umum BRICS hanyalah jalur pembicaraan, merujuk pada poin pembicaraan yang dibawa oleh tenaga penjualan ke pertemuan klien. Menurutnya, negara-negara BRICS ketika digabungkan tidak memiliki stabilitas politik untuk membuat investor percaya diri dengan mata uang gabungan.
“Tidak ada ancaman langsung terhadap dolar selama 10 tahun ke depan. Setiap ancaman terhadap dolar atau pesaing terhadap dolar akan menjadi efek bola salju yang bergerak lebih lambat,” ucap Kremer kepada Fortune.
Bagi O'Neill, hubungan tidak sehat antara China dan India adalah salah satu alasan utama mata uang bersama BRICS sangat tidak mungkin. Menurutnya, hal ini menjadi pekerjaan yang bagus untuk Barat bahwa China dan India tidak pernah menyetujui apa pun. Pasalnya, jika keduanya sepakat, dominasi dolar akan jauh lebih rentan.
“Saya sering mengatakan kepada para pembuat kebijakan China, lupakan pertempuran sejarah Anda yang tiada akhir dan cobalah mengundang India untuk berbagi kepemimpinan dalam beberapa masalah besar, karena dunia mungkin akan menganggap Anda sedikit lebih serius," tuturnya.
Ketegangan atas kesepakatan perdagangan dan perbatasan antara China dan India telah terbawa ke pertemuan BRICS, dimana India menolak langkah China untuk memperluas keanggotaan kelompok itu pada musim panas ini.
Kepala Ekonom IC Intelligence, O'Neill menyebut, menciptakan mata uang bersama yang mencakup China dan India akan sangat menantang. Hal ini merujuk pada sengketa perbatasan yang sedang berlangsung antara dua negara itu.
“China dan India bahkan tidak bisa benar-benar menyepakati hal-hal mendasar seperti perbatasan yang damai. Maksud saya, bagaimana orang bisa benar-benar percaya bahwa orang-orang ini akan memperkenalkan mata uang bersama?” katanya.