Perjanjian ini juga melarang ekspor teknologi untuk membuat magnet tanah jarang, selain memberlakukan larangan terhadap teknologi untuk mengekstraksi dan memisahkan tanah jarang.
Peraturan tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa pembatasan pasokan logam tanah jarang dapat meningkatkan ketegangan dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang menuduh China menggunakan sektor ekonomi untuk mempengaruhi negara lain. Namun, Beijing telah membantah klaim tersebut.
Sementara, Uni Eropa menetapkan target ambisius pada tahun 2030 untuk produksi mineral dalam negeri dalam transisi ramah lingkungan, khususnya logam tanah jarang, karena penggunaannya dalam magnet permanen yang menggerakkan motor pada kendaraan listrik dan pembangkit listrik tenaga bayu.
Permintaan logam tanah jarang diperkirakan akan melonjak enam kali lipat hingga tahun 2030 dan tujuh kali lipat pada tahun 2050.
Adapun, peraturan logam tanah jarang oleh China juga muncul ketika Uni Eropa bersiap untuk mengenakan impor tarif kendaraan listrik China pada 4 Juli mendatang untuk melindungi blok tersebut dari membanjirnya kendaraan listrik yang diproduksi dengan subsidi negara yang tidak adil.