“Sampai sejauh ini tidak ada data yang menunjukkan hasil dari tes GeNose dari tempat-tempat tersebut. Misalnya, dari sekian puluh ribu tes GeNose di Indonesia kemudian dibandingkan dengan tes PCR hasilnya akurat. Kalau ada tindakan seperti itu baru bisa dikatakan tes Genose memiliki tingkat keakuratan yang sebanding dengan tes PCR. Tapi sampai sekarang publikasi seperti itu tidak ada,” ungkap Dicky.
Terkait hal tersebut, pemerintah justru memperbanyak layanan tes GeNose di stasiun. Belum lama ini, PT. KAI menambah dua stasiun yang membuka layanan tes GeNose bagi penumpang KA. Menurut Dicky, seharusnya, pemerintah melakukan evaluasi terlebih dahulu dari tes GeNose yang selama ini sudah berlangsung.
“Realitanya sekarang, belum ada evaluasi dari hasil tes GeNose itu tapi malah sudah diperbanyak lagi tes GeNose ini. Ini saya tidak tahu dasarnya apa. Buktinya sekarang kasusnya malah meningkat,”katanya.
Tak ayal jika sekarang lonjakan kasus meningkat, Dicky menilai salah satu faktornya adalah tingginya pergerakan masyarakat dengan moda transportasi umum yang mengandalkan tes Covid-19 buatan UGM ini.
Dicky menyampaikan, apabila dalam situasi seperti ini pemerintah belum sanggup melakukan PSBB, setidaknya dari sisi perjalanan moda transportasi bisa dibatasi.
Ia mengingatkan, jangan sampai ada penempatan mekanisme screening seperti tes GeNose untuk pembenaran orang boleh melakukan bepergian.
“Ketika esensial pergi yang dalam keadaan darurat, setidaknya melakukan tes antigen di laboratorium atau rumah sakit yang kredibel. Karena tes antigen sudah mendapat rekomendasi WHO. Lebih baik lagi PCR tapi harus mengeluarkan dana cukup mahal,” ujar Dicky.