SYDNEY, iNews.id - Maskapai penerbangan utama Australia, Qantas Airways pada Kamis (20/8/2020) membukukan kerugian bersih setahun penuh sebesar 1,4 miliar dolar AS (Rp20,6 triliun), selama 12 bulan yang berakhir di 30 Juni 2020. Angka itu menjadi kerugian terbesar bagi Qantas, yang didorong oleh biaya penurunan nilai aset dan biaya restrukturisasi untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Pihak maskapai juga mengatakan, seiring dengan pembukuan kerugian tersebut, perusahaan terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada sekitar 4.000 karyawan pada akhir September 2020. Sebelumnya pada rencana awal sebanyak 6.000 karyawan akan dipangkas tahun ini, akibat menurunya trafik perjalanan udara karena pandemi corona.
"Dampak Covid-19 pada semua maskapai penerbangan sudah jelas. Ini menghancurkan bisnis kami dan akan menjadi pertanyaan besar tentang kelangsungan aktivitas banyak orang, sementara pemulihannya akan memakan waktu dan akan berombak," ujar CEO Qantas Group Alan Joyce, dikutip dari BBC pada Kamis (20/8/2020).
Joyce juga memperingatkan, kerugian akan semakin bertambah secara signifikan pada tahun keuangan berikutnya. Selain PHK terhadap 4.000 karyawan, Qantas juga akan merumahkan 20.000 tenaga kerja untuk sementara waktu. Qantas bernasib sama dengan sebagian besar industri penerbangan dunia, saat mengumumkan PHK terhadap ribuan pekerja setelah bisnis aviasi yang nyaris hancur.
Hampir semua perbatasan internasional Australia ditutup saat ini dan belum ada tanda-tanda pelonggaran sama sekali. Maskapai yang berbasis di Sydney tersebut menegaskan kembali, pihaknya tidak akan membuka penerbangan internasional hingga Juli 2021. Namun, ada kemungkinan pengecualian penerbangan ke Selandia Baru jika perjalanan memungkinkan.