"Posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Selain bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN, Indonesia adalah anggota APEC yang strategis. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga tentu menjadi pertimbangan Trump," lanjutnya.
Anindya menilai, jika AS menindaklanjuti rencana tarif impor 32 persen untuk produk Indonesia, maka dampak signifikan akan menimpa neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi.
Sebab, AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar 16,8 miliar dolar AS pada tahun 2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun 2024 adalah AS yang memberikan surplus 16,8 miliar dolar AS kepada Indonesia.
Untuk memperkuat neraca perdagangan usai keputusan Trump, kata Anindya, negosiasi perdagangan dapat dilakukan secara lebih selektif. Anindya menyebut fokus bisa dilakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir.
Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.
"Dampak negatif kebijakan Presiden Trump perlu dihitung dengan cermat. Penurunan ekspor alas kaki, pakaian, dan produk elektronik Indonesia ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan," tandasnya.