JAKARTA, iNews.id - Kualitas udara Jakarta masih buruk, meskipun pemerintah telah melakukan beberapa solusi dengan menutup operasional beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di wilayah Jabodetabek.
Data terbaru dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan kualitas udara di DKI Jakarta menembus angka 196 pada 1 Oktober 2023. Level kualitas udara tersebut membuat DKI Jakarta menempati posisi terburuk dibandingkan dengan beberapa kota besar lain di Jawa seperti Bandung, Semarang, Solo, Malang dan Yogyakarta.
Terkait dengan itu, peralihan penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik, terutama motor listrik mejadi salah satu solusi untuk menekan polusi udara. Pasalnya, KLHK menyatakan sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar fosil paling besar di Jakarta.
Berdasarkan data yang dihimpun KLHK, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44 persen dari penggunaan bahan bakar fosil di Jakarta, diikuti industri energi 31 persen, lalu manufaktur industri 10 persen, sektor perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen.
Sementara itu, dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO), kontribusi terbesar berasal dari sektor transportasi, yakni 96,36 persen atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76 persen 5.252 ton per tahun dan industri 1,25 persen mencapai 3.738 ton per tahun.