Meski enggan menyebutkan soal data hotel yang dijual, Ketua PHRI menyebut situasi sulit saat ini membuat banyak pemilik dan pengelola hotel di Bali tak bisa bertahan, sehingga pilihan terakhir yang dilakukan adalah menjual hotel mereka.
Dia menjelaskan, Bali merupakan destinasi yang setiap tahunnya memberikan kontribusi kunjungan wisman itu sekitar 6 juta wisatawan. Sementara dari sisi okupansi hotel, kontribusi wisman mendominasi dengan angka 70 persen dibandingkan dengan wisatawan nusantara yang hanya 30 persen.
"Kalau kita bicara dari okupansi, kontribusi dari sisi wismannya itu 70 persen, berarti kalau wisatawan nusantara kita suruh masuk semua ke Bali pun tidak akan pernah cukup kan," ungkap Maulana.
Selain itu, jika hanya mengharapkan wisatawan nusantara yang hanya 30 persen, konsisi tetap sulit untuk menopang biaya kerugian hotel yang didominasi 70 persen oleh wisman.
"Sementara, wisnus yang hanya 30 persen dan kita harapkan mengisi pun, kan banyak kendala juga, kendalanya kita kan juga banyak pembatasan-pembatasan terkait kebijakan untuk mobilitas orang," tutur Maulana.
Apalagi berbagai syarat bepergian masih dinilai menjadi kendala bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bali, sehingga tentu dampaknya sangat terasa bagi pemilik hotel maupun pelaku usaha kuliner dan kerajinan yang berlokasi destinasi wisata.
"Seperti Syarat PCR, testing covid, sekarang juga ditambah syarat vaksin dan seterusnya, hal-hal tersebut yang kalau kita bicara pasar, menjadi kendala sebenarnya," ujar Maulana.