Menyangkut transisi energi, ditegaskan bahwa Indonesia tengah mengkaji mekanisme pembiayaan yang tepat guna mewujudkan langkah transformatif tersebut. Hal ini tentunya perlu dibarengi dengan upaya mendorong investasi di bidang renewable energy yang saat ini tengah dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia (antara lain hydropower dan solar), termasuk teknologi carbon capture and storage yang
kesemuanya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Sejalan dengan Glasgow Climate Pact, Indonesia pun telah meluncurkan skema pembiayaan inovatif dalam rangka mempercepat penutupan pembangkit listrik berbasis batu bara, bekerja sama dengan ADB melaui Energy Transition Mechanism serta pemanfaatan gas amonia untuk pembangkit listrik. Untuk itu, solusi dan skema pembiayaan inovatif dan dukungan internasional memang sangat dibutuhkan dan hal ini sejalan dengan komitmen Glasgow.
Dalam hal ini, Airlangga kembali menyampaikan fokus pemerintah Indonesia dalam hal ketenagalistrikan, yaitu affordability of technology, availability of technology, serta komitmen implementasi. Pemerintah Indonesia juga menekankan pentingnya leading by examples, di mana perlu didorong model prototype yang dapat direplikasi ke depannya.
Dicontohkan partisipasi Indonesia pada pameran Industri Hannover Messe secara digital yang menggaungkan langkah Industri 4.0 Indonesia secara global dan selanjutnya diikuti oleh berbagai pihak swasta dan pemerintah di berbagai negara.
Pada akhir pertemuan, Airlangga menegaskan perlunya menyelaraskan Presidensi G20 dengan hasil dan tindak lanjut kesepakatan COP26 seraya menekankan pentingnya untuk menentukan low hanging fruits atau early harvest yang dapat segera dicapai.