"Hipmi dibentuk sebagai wadah dunia usaha yang dapat menampung dan menghimpun aspirasi pengusaha muda Indonesia dimana mereka turut bertanggung jawab terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional, serta turut mencari dan membentuk identitas pengusaha nasional baik sekarang maupun yang akan datang dalam proses akselerasi dan modernisasi. Pada saat itu, anggapan yang berkembang di masyarakat menempatkan kelompok pengusaha pada strata yang sangat rendah, sehingga sebagian besar anak muda terutama kalangan intelektual lebih memilih profesi lain seperti birokrat, TNI/Polri, dan lain sebagainya," ujar Maming, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Dalam perjalanannya sampai terjadinya krisis ekonomi pada 1998, Hipmi yang didirikan pada 10 Juni 1972 oleh Abdul Latief ini telah sukses mencetak kaderisasi wirausaha, dengan tampilnya tokoh-tokoh muda dalam percaturan dunia usaha nasional maupun internasional. Keadaan tersebut kemudian dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap profesi pengusaha pada posisi terhormat.
"Hipmi dilatarbelakangi oleh Konferensi Kadin ASEAN yang bertujuan agar kelak dapat sejajar dengan pengusaha muda lainnya di tingkat Internasional. Hipmi terus melakukan usaha-usaha demi menggerakkan sektor perekonomian bangsa. Salah satu usaha Hipmi adalah ikut aktif dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hipmi membantu para pelaku UMKM dengan memberikan modal," ucapnya.
Menurutnya, UMKM Indonesia masih sulit dalam permodalan karena kurang adanya jaminan yang dimiliki oleh pengusaha UMKM. Dampaknya, pihak perbankan sulit untuk memberikan kreditnya.
"Selain itu, kurang adanya dukungan dari pemerintah yang menjadikan UMKM sulit berkembang. Peran birokrasi sangat menentukan pengembangan usaha tersebut, apabila beberapa kendala tersebut dapat ditangani dengan baik, Hipmi yakin bahwa Indonesia akan mampu bersaing dengan India ataupun China," ujarnya.