Di Kota Malang, Ketua PHRI Kota Malang Agoes Budi mengakui pula adanya pengaruh okupansi hotel dan wisata di Kota Malang terkait kebijakan larangan mudik. Meski pun di sisi lain pemerintah pusat menginginkan wisata tetap berjalan sebagaimana biasanya, demi menjaga perputaran ekonomi di daerah.
“Memang banyak pengaruhnya, dengan biasanya budaya mudik dari luar menuju Malang, diimbangi tempat-tempat akomodasi, tempat kuliner. Malang ini salah satu tujuan mudik bagi orang-orang yang keluarganya ada di Malang, pengaruhnya cukup besar sekali,” bebernya.
Agoes menambahkan, adanya larangan mudik membuat pihaknya mengandalkan tamu-tamu hotel yang berasal dari wilayah Malang Raya dan eks karisidenan Malang. Namun, diakui, sejauh ini belum ada pembatalan pesanan dari calon tamu yang hendak menginap di hotel-hotel yang ada di Kota Malang.
“Sekarang ini dengan pembatasan ini akhirnya kita juga mengandalkan yang ada di Malang saja, mengandalkan dari dalam daerah sendiri. Belum ada yang cancel, yang tanya banyak, kebanyakan yang sekarang berkunjung ke Malang, itu ada banyak urusan, bukan mudik. Ada kegiatan kerja, kegiatan kantor, sehingga membawa surat tugas bisa masuk kota. Untuk kegiatan mudik mungkin belum, cuma tanya iya,” paparnya.
Saat ini, okupansi hotel di Kota Malang dari 56 hotel anggota PHRI mayoritas tinggal berokupansi 10–20 persen saja. Pihaknya justru tengah mendongkrak okupansi restoran dengan mengadakan sejumlah paket buka bersama di bulan Ramadan.
“Untuk hotel menurun kalau puasa memang begitu, tinggal kisaran 15-20 persen, sampai mencapai 20 persen itu kalau weekend, hari biasa 10-15 persen. Yang lainnya ditunjang dengan kegiatan kreatif buat paket buka puasa, kalau restoran ramai di saat buka puasa,” tutur dia.