PT Pelindo (Persero) selaku operator pelabuhan pun dinilai tidak profesional. Sebab, kapasitas bongkar muat hanya 2.500 per hari dipaksakan menjadi 4.000 - 7.000 per harinya.
“Sebenarnya kan hal ini sudah berlarut-larut, hal ini gak selesai-selesai, Ya selama ini, ya mungkin kecil-kecil lama-lama kan sampai pada puncaknya kejadian kemarin itu ya (macet),” beber dia.
Khairul memandang seyogyanya Pelindo mengikuti standar operasional prosedur (SOP) bongkar kuat. Dengan SOP perusahaan merencanakan kapan barang harus dikeluarkan dan kapan harus masuk.
Apalagi aturannya juga terintegrasi dengan national logistic ecosystem (NLE). Di mana, NLE menjadi ekosistem logistik yang mengintegrasikan seluruh proses logistik di Indonesia, mulai dari kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
“Ketidak profesionalan, semua kan ada SOP-nya mas, ya semuanya kan ada SOP-nya, sekarang kan antara yang masuk dan keluar itu kan semua punya planning,” ucapnya.
“Kan punya perencanaan kapal yang akan masuk, kalau udah tau kan itu punya jadwal antrian kan mas, sekarang kan tinggal percepatan mas, alatnya ada, semuanya ada, sistemnya ada semua. Sekarang kembali kepada sumber daya manusianya kan mas,” kata Khairul.