JAKARTA, iNews.id - Efline Kamare, 51 tahun, warga Desa Dagho, Kecamatan Tamako, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, semringah karena jaringan telekomunikasi sudah bisa diakses di desanya.
Di Dagho, jaringan komunikasi sangat lancar, banyak hal yang terpenuhi. Efline menuturkan, untuk menghubungi kerabatnya, dia tak sekadar mendengar suaranya, tapi juga bisa melihat wajah kerabat di layar HP miliknya (video call).
Untuk kebutuhan sosial media seperti Instagram, YouTube, dan aplikasi lain pun bisa diakses dan menjadi bagian dari aktivitas warga di desanya saat ini.
“Sangat disyukuri sekarang, sudah ada BTS dibangun di desa kami semua komunikasi lancar. 10 tahun lalu betapa susahnya kalau mau menelepon harus cari posisi terbaik, bahkan harus menggantung HP di beberapa tempat tinggi. Sekarang jaringan ada dimana-mana semua aman, mau didapur, di mana saja bisa menelpon,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Kecamatan Tamako berjarak 40 kilometer dari kota Tahuna dan berbatasan dengan Filipina. Kawasan ini satu dari 109 pulau terluar di Indonesia yang sebelumnya tidak tersentuh Internet.
Perubahan mulai terjadi saat hadirnya jaringan telekomunikasi milik PT Telkomsel Indonesia (Persero) di kawasan non komersial tersebut. Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Base Transceiver Station (BTS) itu sendiri dibangun oleh PT Tower Bersama Group (TBIG). Di Desa Dagho, ada satu BTS yang didirikan perusahaan infrastruktur TIK tersebut.
Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman mengatakan, pembangunan sejumlah tower jaringan internet di kawasan perbatasan dan daerah 3T merupakan wujud dari kontribusi perusahaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis berbasis digital di wilayah tersebut.
Bahkan, saat ini TBIG sudah menandatangani kontrak kerja sama dengan sejumlah operator penyedia layanan TIK. Rencananya, proyek pondasi digital itu akan dibangun seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di kawasan non komersial.
"Kami ambil bagian dalam pembangunan ekonomi perbatasan dengan basis digital. Kalau operator masuk daerah perbatasan itukan untuk support pemerintah, jadi bukan hanya isi secara komersial, tapi mereka juga ingin membantu pemerintah untuk bangun (TIK) di daerah-daerah perbatasan. Dan mereka support, kita pasti support," kata Helmy.
Saat ini TBIG sudah memiliki 16.000 tower yang tersebar di seluruh indonesia, termasuk daerah perbatasan dan 3T. Peusahaan juga sudah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 2 triliun untuk melakukan ekspansi organik pada tahun ini.
Pengembangan secara organik dilakukan dengan membangun menara baru dan menambah kolokasi. TBIG menargetkan dapat menambah 3.000 penyewaan tahun ini, terdiri dari menara baru dan kolokasi.
Belanja modal itu juga disiapkan untuk memenuhi pesanan dari operator baik BUMN ataupun dari swasta untuk membangun infrastruktur jaringan di kawasan perbatasan dan wilayah lain di Indonesia.
"Untuk pemerataan akses informasi dan pelayanan komunikasi di daerah perbatasan, kita sebagai perusahaan infrastruktur cenderung mendukung," kata Helmy.