Pada rencana bauran energi atau energy mix di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), disebutkan bahwa Indonesia menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Berangkat dari hal tersebut, Nicke mengatakan kontribusi sisanya dipenuhi dari energi fosil berupa fuel dan gas. Pertamina pun bakal menjalankan strategi bersamaan antara produksi energi terbarukan dan energi fosil.
"Jadi, Pertamina tetap harus mem-provide ini karena memang bauran energi nasional masih ada di dalamnya fossil energy, tapi karena ada target net zero emmision di 2060 maka kita harus lakukan program dekarbonisasi untuk bisa menurunkan emisi karbon yang dihasilkan dari 69 persen energy mix yang non renewable energy," ungkap Nicke.
Seperti diketahui, transisi energi jadi salah satu agenda yang dibahas dalam Presidensi G20 Indonesia. Presiden Joko Widodo pun terus menggaungkan perihal transisi energi tersebut guna meraih target penurunan emisi karbon 29 persen pada 2030 mendatang.
Untuk itu, lanjutnya, Pertamina sebagai salah satu BUMN berkomitmen mendukung pemerintah dalam transisi energi sekalipun dalam bisnisnya, Pertamina masih didominasi oleh energi fosil.
Nicke mengungkapkan, pertamina kerap dihadapkan dengan pertanyaan untuk memilih dekarbonisasi atau mulai masuk ke energi baru dan terbarukan (EBT).
"Saya selalu mengatakan, tidak akan memiliki kata 'atau.' Yang dipilih harus 'dan' karena ini tidak bisa hanya satu sektor saja leading, harus semua. Yang namanya net zero emmision, namanya net artinya penghasil karbon emisinya tetap ada dan tidak apa-apa, tapi ada program untuk menurunkan emisi tersebut. Ada juga kemudian program-program yang sifatnya netral, tidak menghasilkan emisi," tutur Nicke.