Ternyata, Pertamina tidak lagi memasok bahan bakar. Satu-satunya toleransi yang masih diberikan Pertamina adalah memberikan BBM, namun harus dibayar kontan. Artinya, sebelum ada uang masuk ke rekening Pertamina, BBM tidak akan dikucurkan. Seberapa masuknya uang, segitulah BBM yang diisikan ke pesawat.
Dahlan berhitung, berapa pemasukan yang diterima Garuda. Lalu, berapa yang bisa disisihkan untuk membeli BBM eceran. Untuk keperluan besok, berapa pesawat yang akan terbang disesuaikan dengan berapa uang untuk BBM eceran hari itu.
Hal itu, lanjutnya, mirip cara percetakan menyikapi utang penerbit surat kabar. Penerbit tidak tiap hari membayar ongkos cetak. Tunggu tagihan satu bulan. Walaupun belum bisa bayar koran harus tetap terbit setiap hari. Utang ke percetakan pun menumpuk, kian sulit ditagih.
"Saya pun mikir, siapa ya yang selalu telepon ke Pertamina agar tetap melayani permintaan BBM Garuda? Masak sih Pertamina tidak pernah mengancam Garuda?," ujar Dahlan.
Menurut dia, sulit untuk memastikan siapa yang bertanggung jawab, karena Garuda Indonesiapunya banyak bos. Tidak hanya kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas. Namun, Garuda punya banyak bos yang dia pandang bisa menyelamatkan keuangannya.
"Kementerian BUMN akhirnya membiarkan Garuda digugat ke PKPU. Dengan demikian bisa jelas kapan Garuda bisa tetap baik-baik saja atau tidak baik-baik saja. PKPU sudah menetapkan waktu 45 hari. Terhitung pekan lalu. Dalam 45 hari itu harus sudah ada kesepakatan antara Garuda dan para pemilik piutangnya. Kalau dalam 45 hari tidak terjadi kesepakatan, PKPU yang ambil putusan Garuda dinyatakan bangkrut, atau putusan lainnya. Tinggal menghitung hari," ungkap Dahlan.