Sementara pada Juni lalu, demi sedikit meringankan beban perusahaan yang mengalami kerugian mencapai puluhan triliun, dia meminta manajemen Garuda menangguhkan pembayaran honorariumnya. Permintaan tersebut ditujukan kepada Dewan Komisaris Garuda Indonesia dan ditembuskan kepada Direktur Keuangan Garuda Indonesia yang ditulis dalam sebuah surat.
“Maka kami mohon, demi 'sedikit meringankan' beban perusahaan, untuk segera, mulai bulan Mei 2021, yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honorarium bulanan kami sampai rapat pemegang saham mendatang,” tulisnya.
Pada surat tersebut, Peter menyampaikan, keadaan keuangan Garuda yang tambah lama semakin kritis. Dia juga memaparkan beberapa penyebab yang mengakibatkan kondisi tersebut terjadi, di antaranya tidak adanya penghematan biaya operasional antara lain GHA, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor, dan tidak adanya evaluasi/perubahan penerbangan/route yang merugi.
Selain itu, cash flow manajemen yan tidak dapat dimengerti, keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris, sehingga saran komisaris yang oleh karenanya tidak diperlukan dan aktivitas Komisaris yang oleh karenanya hanya 5-6 jam per/minggu.
Peter juga mengungkapkan kerugian pemegang saham minoritas akibat kinerja Garuda Indonesia yang terkontraksi. Kerugian tersebut sebesar Rp11,2 triliun, yang merupakan saham milik pengusaha Chairul Tanjung.
"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung (CT). Tapi sih, minoritas yang sudah rugi Rp11 triliun," tulis Peter, dalam akunnya di Instagram.