Adapun, sektor industri sasaran dalam nilai ekonomi karbon ini adalah energi, transportasi, pengolahan limbah, proses industri dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar 565,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon dari hutan, mangrove, dan gambut.
Adapun pelaksanaan pajak karbon bakal dilaksanakan pada 1 Juli 2022 mendatang. Pada tahap awal, pemerintah akan mengenakan pajak karbon kepada perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan tarif Rp30.000 atau sekitar 2,09 dolar AS per ton emisi karbon dioksida ekuivalen (tCO2e).
"Program untuk penurunan karbon itu kelihatannya tidak mudah karena sangat mahal, jadi pemerintah harus membantu pengusaha yang ingin menurunkan karbonnya karena ini masalah finansial," ujarnya.
Dengan demikian, perlu adanya Carbon Pricing yang adalah pemberian harga (valuasi) atas emisi Gas Rumah Kaca (GRK)/karbon. Carbon Pricing juga merupakan Nilai Ekonomi Karbon/NEK, bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negatif berupa emisi Gas Rumah Kaca.