Dia mengakui proses meyakinkan investor untuk mau menghidupkan MNA kembali bukan hal yang mudah. Proses itu memerlukan waktu yang panjang dan negosiasi yang berbelit serta sangat ketat.
PPA pernah mendapatkan tugas untuk merestrukturisasi MNA pada tahun 2008 yang saat itu memang kondisinya sedang sulit. BUMN yang bertugas mengelola aset eks BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan BUMN yang sakit itu diketahui merupakan kreditur terpisah yang memiliki piutang hampir Rp1 triliun di MNA.
"Saat itu utang banyak, karyawan tidak digaji, dan biaya operasional sangat besar sehingga merugi," kata Henry.
Setelah diputuskan berhenti operasi pada 1 Februari 2014, pemerintah dan kreditur terus berupaya menghidupkan kembali dengan mengundang sejumlah investor. Saat itu ada 11 investor yang hadir dalam pemaparan dan setelah pemaparan ternyata hanya satu investor yang berminat dan terus memperdalam kondisi MNA.
Henry mengatakan saat ini kondisi Merpati sudah dalam posisi nol dan tidak negatif lagi, sehingga memungkinkan untuk bisa beroperasi lagi.
Pemerintah berharap MNA bisa beroperasi seterusnya karena hal itu bisa menjadi pembanding bagi masyarakat untuk memilih maskapai penerbangan.
"Keberadaan Merpati tentunya juga bisa menimbulkan persaingan antarmaskapai agar bisa efisien. Kalau hanya ada satu maskapai dalam satu rute, maka bisa menjual tiket seenaknya dan monopoli," katanya.