"Skalanya seperti apa? Kalau yang kita pahami, ini besar di atas 10 gigawatt, bahkan di atas itu. Jadi industri ini sangat besar, berasal dari (negara) produsen yang memiliki kontribusi market share yang signifikan di dunia produksi panel surya ini," katanya.
Dadan menegaskan, tenaga surya memiliki peran yang strategis dalam mengakselerasi upaya transisi energi khususnya di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Ia pun menilai Indonesia siap melaksanakannya.
"Indonesia melihat surya ini menjadi sumber energi terbarukan yang strategis. Kami ingin melihat energi terbarukan lainnya bisa menyediakan kontribusi yang cukup besar bagi bauran energi kita. Indonesia sudah siap," ujar dia.
Dijelaskannya, pemerintah sendiri terus berkoordinasi dengan banyak pemangku kepentingan untuk menjadikan ASEAN sebagai hub penting di bidang transisi energi, paling tidak di kawasan Asia, khususnya dengan pengembangan energi surya.
Apalagi, sebagai negara tropis, Indonesia tidak memiliki isu soal sumber energi matahari. Bahkan, sumber dayanya sangat besar.
"Indonesia dan Singapura itu berbagi sumber yang serupa dalam hal sinar matahari. Bedanya, kita punya 2 juta kilometer persegi, sementara Singapura punya 700 kilometer persegi," imbuhnya.
Saat ini, ASEAN juga punya target porsi energi baru terbarukan (EBT) pada bauran energi sebesar 23 persen sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).
Dadan menambahkan pasar tenaga surya di kawasan ASEAN juga tercatat cukup besar seiring dengan banyaknya negara-negara di kawasan ini yang telah memproduksi rantai pasok tenaga surya.
Dari total 73 gigawatt kapasitas manufaktur listrik tenaga surya di ASEAN, saat ini separuhnya dipasok oleh ASEAN.
"Indonesia juga berusaha memberikan kontribusi yang baik khususnya dalam penyediaan energi berkelanjutan, sehingga isu strategis surya ini bisa dipandang dalam peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN," kata dia.