Sahna, perempuan berusia 34 tahun yang tengah hamil juga mengantre bersama ketiga anaknya yang masih kecil. Dia diperkirakan melahirkan pada September mendatang dan cemas tentang masa depannya dan juga anak-anaknya.
"Anak-anak saya sengsara. Mereka menderita dalam segala hal. Saya bahkan tidak mampu membeli sebungkus biskuit atau susu untuk bayi saya," ujarnya.
Suami Sahna, yang bekerja sebagai buruh hanya berpenghasilan 10 dolar AS seminggu. Uang itu digunakan untuk menghidupi seluruh keluarga.
"Para pemimpin kami menjalani kehidupan yang lebih baik. Jika anak-anak mereka hidup bahagia, mengapa anak-anak saya tidak?" kata dia.
Sementara itu, Walikota Kolombo baru-baru ini mengatakan, ibu kota Sri Lanka itu memiliki stok makanan hanya sampai September. Dengan kekurangan bahan bakar dan gas untuk memasak, serta pemadaman listrik setiap hari, keluarga tidak dapat melakukan perjalanan untuk membeli makanan segar atau menyiapkan makanan panas.
"Keluarga tidak bisa membeli apa yang biasa mereka beli. Mereka mengurangi makan, mereka mengurangi makanan bergizi. Jadi kita pasti masuk ke situasi di mana kekurangan gizi menjadi perhatian utama," kata Christian Skoog, perwakilan UNICEF di Srilanka.
"Kami berusaha menghindari krisis kemanusiaan. Kami belum melihat anak-anak sekarat, itu bagus, tetapi kami perlu mendapatkan dukungan dengan sangat mendesak untuk menghindarinya," imbuh dia.
UNICEF telah meminta bantuan keuangan mendesak untuk merawat ribuan anak-anak dengan kekurangan gizi akut, dan untuk mendukung 1 juta anak lainnya dengan perawatan kesehatan primer. Tingkat malnutrisi akut dapat meningkat dari 13 persen menjadi 20 persen, dengan jumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi parah sebanyak 35.000 orang.
Krisis telah memunculkan rasa solidaritas, di mana orang-orang sering mengandalkan kebaikan orang asing. Tetapi bahkan kebaikan dan harapan menjadi komoditas yang berharga.
Dr Saman Kumara di rumah sakit Castle Street Kolombo mengatakan, jika bukan karena niat baik para donor, pasiennya -bayi yang baru lahir- akan menghadapi risiko besar. Dia mengatakan, rumah sakitnya sekarang sepenuhnya bergantung pada sumbangan untuk obat-obatan dan peralatan penting, dan mendesak lebih banyak donor untuk membantu karena nyawa pasien dalam bahaya.