Mengenai perubahan model bisnis, kata Erick, Garuda akan difokuskan pada rute penerbangan domestik. Langkah ini diambil untuk memanfaatkan pasar domestik yang masih potensial.
Data penerbangan masih didominasi oleh penumpang domestik. Tercatat, 78 persen penumpang menggunakan pesawat untuk bepergian antarpulau dengan estimasi perputaran uang mencapai Rp1.400 triliun.
"Kalau kita lihat dari data sebelum Covid sendiri, 78 persen adalah turis lokal, sisanya turis asing. Dari 78 persen itu Rp1.400 triliun perputaran uangnya. Jadi memang nanti kita akan memfokuskan kepada penerbangan dalam negeri saja. Ini untuk bisnis model perubahan," tutur Erick.
Meski maskapai penerbangan nasional itu masih bertahan di tengah krisis, namun perbaikan model bisnis penting dilakukan agar emiten pelat merah tersebut lebih efisien. Perbaikan tersebut dapat dilakukan usai emiten mengakhiri kontrak bersama Nordic Aviation Capital atau NAC.
Langkah lainnya, melakukan penguatan bisnis kargo. Manajemen juga diharuskan melakukan upaya pemetaan terkait pembiayaan sewa pesawat. Erick mencatat, leasing pesawat Garuda mencapai 28 persen atau tertinggi di dunia. Hal ini menjadi sebab lain emiten menanggung beban keuangan.
Untuk menekan pengeluaran sewa itu, pemegang saham tengah berupaya melakukan negosiasi dengan sejumlah lessor atau perusahaan penyewa pesawat.
"Jadi, makanya kita sedang fokus negosiasi dengan lessor dan kita kategorikan ada dua, lessor yang klasifikasi korupsi sesuai dengan temuan KPK dan lain-lain. Kita tidak mau dalam negosiasi kita dilemahkan. Silakan saja ambil pesawatnya. Untuk B to B kemahalan, ya kita coba negosiasi ulang," kata Erick.