"Goal (tujuan) besarnya adalah negara ini akan memperoleh keuntungan dalam bentuk neraca pembayaran kita yang sudah berpuluh tahun kita tidak bisa selesaikan, karena problemnya impor minyak kita terlalu besar sekali," ucap Jokowi.
Selain itu, menurunnya impor minyak juga akan membuat Pertamina dapat mengurangi kebutuhan dolar AS di pasar keuangan, sehingga akan memperkuat nilai tukar mata uang rupiah. Jika kurs rupiah menguat karena impor yang terus menurun, ekonomi Indonesia secara fundamental akan lebih berdaya tahan dan berdaya saing.
"(Mempengaruhi) yang namanya kurs dolar kita karena setiap bulan Pertamina harus menyediakan pembelian dolar AS di pasar dalam jumlah yang tidak kecil, besar sekali," kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga meminta PLN untuk menyiapkan transisi energi dari sumber daya fosil ke sumber daya yang ramah lingkungan (ekonomi hijau).
"Ini bisa segera dilakukan, ada target misalnya 2022 karena (2021) tinggal sebulan. Misalnya (2022) 5.000 megawatt harus geser dari coal(batu bara) ke bisa hydropower, bisa geothermal, bisa ke solar panel, silakan, tapi memang harus sudah ada tahapan tahapan seperti itu," ujarnya.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini menegaskan bahwa transisi energi fosil ke energi hijau harus dilakukan seluruh pihak, termasuk BUMN sektor energi seperti PLN dan Pertamina.
"Memang untuk kepentingan yang lebih baik, untuk anak cucu kita. Jadi mau tidak mau yang namanya transisi energi menuju ke sebuah energi hijau harus. Itu sudah nggak bisa tawar menawar," tuturnya.