"Tidak hanya itu, persepsi akan kekhawatiran melambatnya ekonomi global akan memengaruhi secara psikologis pelaku pasar yang pada akhirnya membuat aksi jual kerap terjadi," ucapnya.
Kemudian, suku bunga AS (Fed Funds Rate/FFR) masih ada kemungkinan naik 2-3 kali di tahun depan yang dapat diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Jika suku bunga acuan naik terlalu tinggi justru berisiko menghambat laju ekonomi karena naiknya cost of borrowing pelaku usaha.
Kebijakan moneter AS yang terlalu ketat membuat Presiden Trump mengancam akan memecat Gubernur The Fed karena hal itu membuat pertumbuhan ekonomi AS melambat. "Di tahun 2019, akan menjadi penentuan apakah The Fed akan kembali menaikan suku bunganya sebanyak 2-3 kali atau masalah personal Presiden Trump dan Gubernur Powell yang lebih ditonjolkan," kata dia.
Selain kondisi makroekonomi AS, kondisi Uni Eropa juga akan menjadi sorotan pasar karena jika nilai tukar euro melemah dapat membuat dolar AS menguat sehingga berimbas pada mata uang lainnya termasuk rupiah. Perlambatan ekonomi China juga menjadi sorotan mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Sementara sentimen dari dalam negeri seperti indikator utama makroekonomi terkait inflasi, pertumbuhan ekonomi, neraca dagang, nilai tukar rupiah, cadangan devisa, dan laporan kinerja keuangan emiten pasar modal juga diperhatikan pasar.