"Transaksi berjalan diperkirakan akan kembali defisit pada 2022 pada kisaran yang terkendali, sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia," ujar Ibrahim.
Sementara analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, pelemahan rupiah sangat fundamental. Ini mengingat perkembangan global, di mana bank sentral dunia berlomba-lomba menaikkan suku bunga, terutama bank sentral AS The Fed.
"Ini membuat rupiah menjadi mata uang yang kurang menarik," kata Lukman, dikutip dari Antara.
Dari domestik, dia menuturkan, tekanan untuk menaikkan suku bunga semakin besar setelah data inflasi menunjukkan angka di atas 4 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juni 2022 sebesar 0,61 persen (mom) atau 4,35 persen (yoy), merupakan yang tertinggi sejak 2017.
"Ini dikhawatirkan bisa membebani prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan kasus Covid-19 dan PPKM yang dinaikkan ke level dua juga turut menekan rupiah belakangan ini," ujar Lukman.