Dia mengungkapkan, jumlah kelas menengah yang rentan miskin di Indonesia tercatat mencapai 115 juta orang sebelum pandemi Covid-19. Jumlah tersebut mengalami tren kenaikan selama pandemi berlangsung.
Artinya, pandemi membuat kelas menengah menjadi orang miskin baru. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan pembaruan dan verifikasi data agar diperoleh data akurat untuk penyaluran bansos.
"Masalah verifikasi di lapangan juga mendesak, misalnya ditemukan penerima bansos daya listriknya besar atau bukan kategori pelanggan tidak mampu, maka dilakukan verifikasi ke PLN histori biaya listriknya, sampai menerjunkan petugas langsung untuk cek," tutur Bhima.
Dia menjelaskan, penyaluran bansos yang salah sasaran bukan hanya terjadi pada warga pengguna listrik berdaya tinggi, tetapi juga untuk warga miskin.
Beberapa temuan di lapangan menunjukkan ada warga miskin yang menempati kontrakan dengan kapasitas listrik 1.300 VA. Sementara kontrakan terdiri dari sejumlah kamar, dimana, data tagihan listrik kontrakan tidak dibagi per penyewa.
Jika tingkat daya listrik menjadi indikator, maka banyak warga miskin yang tidak masuk kategori penerima bansos. Untuk itu, pemerintah harus mengevaluasi kembali patokan apa yang harus digunakan dalam penyaluran bansos bagi warga kurang mampu.
Dia menyarankan, pemerintah menyalurkan bansos berdasarkan pengeliaran per bulan sesuai jumlah per orang dalam satu keluarga. "Selama pengeluaran per bulan per orang dibawah garis kemiskinan (Rp472.000), maka masuk kategori orang miskin," ungkap Bhima.