JAKARTA, iNews.id - Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A Widyasanti menyebut, inflasi Indonesia pada akhir 2023 sebesar 2,61 persen merupakan inflasi yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Namun, perhitungan ini mengesampingkan pandemi Covid-19 yang terjadi pada periode 2021 hingga 2022.
Amalia menjelaskan, perlu menjadi catatan bahwa setelah terjadi shock seperti kenaikan harga BBM nonsubsidi, level Indeks Harga Konsumen (IHK) akan menjadi sangat tinggi. Seperti contoh pada tahun 2005 misalnya, seiring dengan kenaikan harga BBM tingkat inflasi relatif tinggi.
"Namun, pada tahun 2006 terjadi tingkat inflasi yang relatif rendah, ini yang kita sebut biasanya dengan istilah base effect," ujar Amalia dalam konferensi pers hari ini, Selasa (2/1/2024).
Amalia menambahkan, pola ini ternyata sama terjadi pada 2008, 2013 dan 2014 terlihat pada dua tahun terakhir 2022 dan 2023. Menurutnya, kenaikan harga BBM pada September 2023 lalu memberikan tekanan inflasi pada tahun 2022 yang kemudian di tahun 2023 diikuti dengan inflasi yang relatif rendah.
"Ini yang kita sebut juga dengan base effect. Inflasi tahun 2023 selain tadi terdampak oleh base effect juga terpengaruh oleh fenomena El Nino yang mendorong inflasi volatile food terutama beras. Tetapi sekali lagi dengan koordinasi yang intensif dari beberapa stakeholder tekanan eksternal dan fenomena El Nino ini ternyata dikendalikan dengan pengendalian yang baik di sisi supply sehingga dengan menjaga sisi supply yang lebih baik tekanan inflasi menjadi bisa lebih terjaga," ucapnya.
Amalia mengatakan, berdasarkan kelompok pengeluaran inflasi tahunan terbesar terjadi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau yaitu sebesar 6,18 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 1,60 persen terhadap inflasi umum.