JAKARTA, iNews.id – Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari mencapai Rp62,8 triliun. Angka tersebut kurang lebih setara dengan 0,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Bila dibanding periode yang sama tahun 2019, defisit tersebut membengkak sebanyak 16,2 persen yang senilai Rp54 triliun. Adapun penyebab dari membengkaknya defisit APBN tersebut adalah pembelanjaan negara yang terus tumbuh yang tidak diimbangi dengan penerimaan negara yang cukup.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, penerimaan negara sebesar Rp216,6 triliun. Angka ini berasal dari penerimaan pajak mencapai Rp178 triliun atau hanya tumbuh 0,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp38,6 triliun.
“Kita lihat pajak mengalami tekanan karena adanya risiko global maupun domestik,” ujar Sri Mulyani dalam sesi video conference, Rabu (18/3/2020).
Sementara itu, belanja negara sampai akhir Februari 2020 mencapai Rp279,4 triliun. Angka tersebut tumbuh 2,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Belanja negara tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp161,7 triliun dan transfer ke daerah hingga dana desa yang mencapai Rp117,7 triliun.
“Untuk belanja K/L (Kementerian/Lembaga) yang naik terutama untuk belanja barang adalah Kementerian Pertahanan untuk operasi militer, intelijen, dan pendidikan latihan. Kementerian PUPR untuk pembangunan, rehabilitasi, dan renovasi pasar, sarana dan prasarana pendidikan, dna bangunan jembatan. Polri untuk penanganan tindak pidana umum, terorisme, narkoba, dan kejahatan ekonomi khusus, serta korupsi. Dan Kementerian Perhubungan,” kata Sri Mulyani.