Langkah yang ditempuh BI dalam menaikkan suku bunga kebijakan dan intervensi di pasar valas sebagai respons dari tekanan yang dialami oleh negara-negara emerging dinilai mencerminkan komitmen yang kuat untuk menjaga stabilitas.
Dalam hal ini, fokus otoritas yang memprioritaskan stabilitas makroekonomi telah menjadi faktor utama yang mendukung perbaikan rating Indonesia oleh Fitch pada Desember 2017. Secara khusus, sektor eksternal Indonesia dipandang lebih resilien dibandingkan pada saat taper tantrum 2013 sebagai dampak dari stance kebijakan moneter yang disiplin, serta kebijakan makroprudensial yang telah mampu meredam peningkatan utang luar negeri korporasi.
Di sisi Pemerintah, konsolidasi fiskal akan dapat memperbaiki perkembangan beban utang. Lebih lanjut, Fitch berpandangan bahwa fokus otoritas terhadap stabilitas akan tetap dipertahankan, dan tidak terdapat indikasi perubahan kebijakan ekonomi yang signifikan menjelang pemilihan Presiden yang dijadwalkan akan dilakukan pada 17 April 2019.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dan beban utang Pemerintah dinilai lebih baik dibandingkan dengan negara peers. Pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 5,2 persen pada 2019 dan 5,3 persen pada 2020 dengan didukung oleh belanja infrastruktur publik yang berkelanjutan. Sementara tingkat utang Pemerintah juga lebih baik dari median utang negara peers.
Risiko sektor perbankan Indonesia dinilai terbatas dengan tingkat permodalan bank yang kuat. Secara umum, kewajiban bank dalam valas dapat di-cover dengan aset dan telah dilakukan lindung nilai. Di samping itu, sebagian kewajiban dalam valas tersebut merupakan pembiayaan yang berasal dari perusahaan induk.