Menurut dia, dalam dua dekade terakhir, industri manufaktur menunjukkan perkembangan yang sangat menjanjikan, terutama dari aspek nilai tambah manufaktur. Hal tersebut salah satunya ditunjukkan dengan perkembangan industri kimia di Indonesia yang cukup baik.
Pada tahun 2017, sektor industri kimia menjadi salah satu penyumbang utama kontribusi terhadap PDB, yaitu 1,73 persen atau sebesar Rp236 triliun, di mana industri petrokimia menjadi salah satu penghasil komoditas bahan baku penting untuk sektor industri lainnya.
Selain itu, pertumbuhan industri kimia mencapai 3,48 persen dengan pertambahan nilai investasi mencapai Rp42,2 triliun. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan perwilayahan industri saat ini diarahkan di luar Pulau Jawa dengan strategi utama memfasilitasi pembangunan 13 Kawasan Industri salah satunya Teluk Bintuni.
"Kami menyadari pentingnya pertumbuhan industri dan penambahan nilai investasi agar menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa," ucapnya.
Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai prospek yang besar untuk berkembang sebagai wilayah industri karena memiliki sumber daya alam yang besar. Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan memiliki cadangan gas bumi sebesar 23,7 triliun kaki kubik (TCF).
Untuk itu, pemerintah perlu memastikan pemanfaatan gas bumi tersebut diutamakan untuk memenuhi kebutuhan domestik agar dapat menggerakan ekonomi di dalam negeri. Lokasi Kawasan Industri Petrokimia ini direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni.