Legacy Pembangunan

Candra Fajri Ananda


Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

PEMBANGUNAN adalah suatu proses kemajuan yang selalu diharapkan terjadi secara berkesinambungan di suatu negara. Akan tetapi akselerasinya cukup beragam. Ada yang bisa berjalan cepat, ada pula yang lambat, macet (stagnasi), atau bahkan menurun (degradasi).

Beberapa negara di Eropa telah mengalami proses pembangunan yang sudah cukup matang seperti pembangunan secara kelembagaan, termasuk di dalamnya terkait dengan etika dan kepatuhan (compliance) yang telah mapan. Dan tentu saja untuk mencapai kondisi seperti itu mereka telah melewati serangkaian proses jatuh bangun yang berbuah pada terwujudnya kestabilan nasional yang mengagumkan.

Negara-negara ini telah mampu melewati fase yang paling penting dalam bernegara, yakni mengantarkan tatanan hukum yang tegas dan budaya yang sehat sehingga tercipta kestabilan yang turut menjadi bagian penting dari kerangka kelembagaan (institutional framework) dan mendukung proses pembangunan ekonomi suatu bangsa. Kerangka kelembagaan bisa dianggap sebagai panduan bagi para usahawan pembangunan.

Sementara itu di Indonesia sendiri kita sering kali berhadap-hadapan dengan desain kelembagaan yang disebut-sebut berbiaya ekonomi cukup tinggi. Katakanlah dari segi perencanaan kebijakan sering kali terjadi tumpang tindih kebijakan beserta tata aturannya yang terkadang berganti-ganti dalam waktu yang berdekatan.

Akibatnya banyak pelaksana (baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat) yang geraknya serba-kebingungan dan takut untuk menegakkan kebijakan-kebijakan karena kurangnya kepastian hukum. Padahal adanya kerangka kelembagaan yang jelas dan kuat akan mempermudah seluruh cipta dan karsa (kebijakan) masyarakat serta negara untuk mengisi ruang yang sudah dibentuk oleh kejelasan hukum dengan tata aturan yang mengikat. Alhasil kita sering kali menyaksikan berbagai bentuk kinerja pemerintah yang output-nya cenderung kurang efektif (kurang tepat sasaran) dan kurang efisien (berbiaya tinggi).

Muasalnya disinyalir berangkat dari sistem kepemimpinan yang kurang lugas dan cermat, khususnya ketika organisasi yang sedang dipimpin menghadapi pilihan-pilihan yang paradoksal. Dalam kondisi tertentu, kepemimpinan memang harus berani melakukan sesuatu untuk mengisi ruang yang sudah diikat dengan kerangka kelembagaan yang kuat tersebut di mana pemimpin tersebut akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang lebih pendek (pragmatis) atau yang berjangka panjang.

Hal mendasar yang perlu dipahami adalah bahwa tidak ada kebijakan yang diambil yang dapat memuaskan 100% masyarakat. Karena dengan latar belakang golongan dan kepentingan yang sangat beragam, seorang pemimpin harus bersiap dengan munculnya berbagai respons yang terkadang bertentangan.

Dengan kata lain, akan selalu ada trade off dalam setiap kebijakan dan pemimpin yang baik adalah yang mampu mendeteksi kekurangan serta mengelolanya agar menjadi lebih baik hingga terus berkurang dampak negatifnya, khususnya dari kelompok yang kurang puas dengan kebijakan yang diambilnya.

Hal serupa juga pernah terjadi (atau bahkan masih berlangsung) di Eropa. Di sana banyak pemimpin dan kelompok kepentingan yang bertarung untuk menegakkan tata aturan dan norma hukum hingga pada akhirnya ditemukan desain kelembagaan yang paling sesuai dengan kondisi bangsanya. Sistem pendidikan dan kultur sosial yang modern (dari sisi pengelolaan yang efektif dan efisien) dipadukan dengan semangat politisinya yang ingin negaranya bisa lebih baik, minimal bila dibandingkan dengan para tetangganya.

Kita tentu tidak ingin kalah dengan semangat negara-negara Eropa. Apalagi tidak semua negara di dunia memiliki karakteristik potensi sebesar yang kita miliki saat ini.

Kita memiliki sumber daya manusia dengan jumlah yang sangat banyak. Sumber daya alam yang ada di perut dan permukaan bumi Indonesia juga sangat beragam dan melimpah ruah. Kalau sampai negara kita tidak kunjung berkembang pesat, tandanya ada yang salah dalam sistem pengelolaannya. Potensi secara kuantitas belum dipadukan dengan kualitas yang mumpuni.

Tentunya kita juga tidak bisa terjebak dengan menyalahkan “dosa-dosa” pemimpin di masa lalu. Ketika kita tahu bahwa ada berbagai macam kekurangan dalam pengelolaan negara di masa-masa lampau, sebagai insan yang terdidik dan bermoral sudah sepantasnya kita justru harus perlahan-lahan memperbaikinya. Tujuannya agar kelak anak cucu kita tidak lantas terjebak seperti kita dengan hanya bisa menyalahkan masa lalu.

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
4 hari lalu

Menko PM, Menag, hingga Menteri PU Teken Kerja Sama Pembangunan Ponpes: Ini Sesuai Arahan Presiden Prabowo

Nasional
2 bulan lalu

Audiensi ke Menkes, Bupati Tapanuli Utara JTP: Pembangunan RSUD Silangit Dukung Medical Tourism 

Bisnis
3 bulan lalu

Pembangunan Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat Seksi 4 Segera Rampung

Nasional
4 bulan lalu

Jumbo! RI Butuh Rp10.142 Triliun untuk Bangun Infrastruktur hingga 2029

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal