JAKARTA, iNews.id - Tuntutan mantan Awak Mobil Tangki (AMT) yang dipekerjakan berdasarkan kontrak oleh perusahaan mitra PT Pertamina (Persero) agar dijadikan karyawan dinilai akan membebani negara.
"Para AMT itu bukan karyawan yang berkontrak kerja langsung dengan Pertamina sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara), tetapi adalah karyawan perusahaan lain yang bekerja sama dengan Pertamina untuk tenaga sopir tangki," ujar Ekonom Konstitusi Deviyan Cori seperti dikutip, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Apabila sampai Presiden memenuhi tuntutan mantan AMT, maka akan jadi preseden buruk bagi terbukanya peluang tuntutan yang sama oleh karyawan tidak tetap lainnya yang mungkin jumlahnya lebih besar dan tentu akan merugikan keuangan BUMN dan negara. Karena itu, jika ingin menuntut menjadi karyawan tetap, maka lebih tepat diajukan ke perusahaan yang dahulu merekrut untuk dipekerjakan sebagai sopir tangki.
"Tuntutan mantan AMT kontrakan Pertamina yang rencananya akan diterima oleh Presiden adalah tidak tepat sasaran dan seyogyanya urusan hak-hak pekerja ini adalah kewenangan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Terlalu berat beban yang dihadapkan pada Presiden, apabila permasalahan teknis manajerial ini harus diselesaikan di istana," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam yakin, sikap pemerintah terkait tuntutan para mantan awak mobil tangki (AMT) akan hati-hati, yakni tidak akan mengangkat karyawan PT Garda Utama Nasional (GUN) menjadi pegawai Pertamina. Sebab, jika tuntutan AMT dipenuhi, maka semua karyawan yang menjadi mitra Pertamina akan bisa menuntut hal yang sama.