JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pajak karbon yang sudah diperkenalkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021, melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), telah mengamanatkan tarif pajak karbon minimal Rp30 per kilogram (kg) CO2 ekuivalen. Nantinya, penerapannya akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati
"Penerapan pajak karbon ini akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Artinya, dampak positifnya diinginkan, namun dampak negatif dari setiap instrumen juga diperhatikan," ujar Sri Mulyani dalam acara Green Economy Forum 2023 secara virtual di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Sri Mulyani menambahkan, dengan begitu perekonomian Indonesia mampu terus berlanjut dari sisi pertumbuhan, stabilitas, namun juga mampu melakukan transformasi. Carbon pricing ini diharapkan mampu mengembangkan mekanisme pembiayaan inovatif, yaitu bagaimana kemudian pasar bereaksi dengan mulai diterapkannya pasar karbon.
"Oleh karena itu, pemerintah juga terus berinovasi untuk mengakselerasi, mengembangkan, dan membangun pasar karbon ini sehingga dia makin dikenal oleh pelaku ekonomi, makin bisa dikelola secara transparan dan kredibel, dan kemudian bisa memberikan signaling secara market kepada pelaku ekonomi untuk terus berpartisipasi," tuturnya.
Di sisi lain, pemerintah membentuk beberapa instrumen dan kelembagaan, salah satunya adalah Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Ini merupakan special mission vehicle (SMV) yang dikelola secara joint antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Tujuannya adalah untuk mengelola dan memperkenalkan pasar karbon di Indonesia dan dihubungkan dengan pasar karbon dunia pada akhirnya," ucapnya.