Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman memaparkan, penurunan mutu beras karena kurang optimalnya mekanisme dan tata kelola distribusi sehingga pasokan makin bertumpuk. "Kalau masalah menumpuk, artinya selama ini proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik. Kalau misalnya Bulog bisa ukur berapa suplai masuk, berapa permintaan, dan kapasitas gudang baik, harusnya sudah distribusikan dan mencegah tumpukan-tumpukan jadi busuk," ujarnya.
Oleh karena itu menurut dia, ke depan diperlukan perbaikan dan peningkatan skema distribusi sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan. "Karena sangat disayangkan kalau beras busuk dan tidak dapat dipakai lagi," katanya.
Pengamat pertanian dari IPB Dwi Andreas menuturkan, beras busuk yang ada di Sumatera Selatan adalah hal yang biasa terjadi karena mekanisme first in first out tidak lancar. Ia bahkan memprediksi persentase penurunan mutu beras di gundang Bulog akan berbeda-beda.
Ia berharap penurunan mutu beras tidak sampai terjadi seperti di negara tetangga. "Kalau kita lihat, di Thailand itu pernah sampai jutaan ton rusak, akhirnya dijual dengan harga sangat murah, dan sebagian dibuang," ujarnya.