“Hasilnya selama tiga tahun berturut-turut kita sudah tidak lagi impor beras. Bahkan beras kita surplus. Pemerintah juga melakukan diversifikasi pangan, seperti menanam sorgum, sagu, dan jagung. Ini semua untuk menjawab tantangan ancaman krisis pangan dunia,” tuturnya.
Moeldoko juga menyinggung soal hasil survei Bloomberg, yang menyebutkan peluang risiko resesi Indonesia sangat kecil, yakni 3 persen. Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan pada pada seminar kebangsaan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jawa Tengah pada Senin (18/7/2022) kemarin.
“Hasil survei ini menunjukkan bahwa fundamental ekonomi domestik kita kuat dan memiliki daya tahan di tengah risiko global yang masih eskalatif,” ucapnya.
Selain itu, Moeldoko juga menegaskan, mengelola negara di lingkungan global tidak mudah karena tantangannya sangat besar. Terlebih, di saat global menghadapi berbagai kejutan-kejutan, seperti pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, yang berdampak pada terputusnya pasok rantai dan kenaikan harga-harga komoditas.
Dalam menghadapi itu, Moeldoko menyampaikan lima teorinya, yakni mampu adaptif terhadap perubahan, membangun kecepatan di segala lini, berani mengambil risiko atas kebijakan yang diambil secara konstitusional. Selain itu, siap menghadapi kompleksitas akibat globalisasi, dan siap merespons kejutan-kejutan yang akan terjadi akibat kemajuan teknologi.
“Kalian sebagai calon pemimpin bangsa harus siap dengan semua perubahan-perubahan,” ujarnya.