JAKARTA, iNews.id - Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan. Perppu ini akan mengatur penataan kembali terkait keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Ekonom Anthony Budiawan mengatakan, dalam penerbitan Perppu pemerintah tidak boleh sewenang-wenang. Menurutnya, faktor subjektivitas dengan kegentingan memaksa harus memenuhi beberapa persyaratan.
"Jangan dibilang sekarang tidak apa-apa, sekarang masalahnya apa? Kalau seandainya Undang-Undang (UU) Bank Indonesia seperti sekarang apa masalahnya? Di mana kegentingan memaksa? Di mana kebutuhan memaksanya?" ujar Anthony dalam diskusi virtual, Minggu (30/8/2020).
Dia pun mencontohkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 di mana yang sebelumnya terkait RAPBN dilakukan secara cepat karena masa pandemi Covid-19 yang membutuhkan penanganan cepat.
"Yang saya garis bawahi adalah DPR dengan pemerintah mau mengubah UU silakan, indepensi dari Bank Indonesia, tidak dibuat independen pun silakan karena itu wewenang DPR dan pemerintah, kita harus hormati," katanya.
Menurut Anthony, peran DPR ke depan harus kuat tidak boleh menyerahkan begitu saja terkait Perppu kepada pemerintah tanpa pengawasan. Adanya penetapan Perppu maka harus juga memperhatikan peran DPR.
"Pertama, DPR harus mengevaluasi apakah ada kegentingan yang memaksa. Itu harus benar benar dievaluasi, benar-benar dijadikan negara hukum jangan menyerahkan kedaulatan ke eksekutif. Kedua, membentuk kekuasaan untuk mengatasi keadaan darurat. Ketiga, memantau pelaksanaan kewenangan pemerintah untuk mengatasi keadaan tidak normal," ujarnya.